Warga Terdampak Banjir Ikuti Pelatihan Photovoice di Pontianak

Keberagaman latar belakang peserta terlihat dari aspek gender, kaum rentan seperti disabiltas, dan pekerja informal

Wiwi, seorang warga Pontianak sedang mengikuti sesi praktik pemotretan dalam agenda Photovoice bertema Mata Warga Memaknai Risiko Banjir Pontianak yang dilaksanakan oleh Yayasan Kolase bersama Fincapes Project di Rumah Budaya Kampung Caping Pontianak. Foto: Dok. Yayasan Kolase

Kolase.id – Yayasan Kolase bekerja sama dengan FINCAPES menggelar Photovoice Training di Rumah Budaya Kampung Caping Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), 5–7 Desember 2025. Pelatihan ini menghadirkan peserta dari berbagai kawasan terdampak banjir, mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, hingga penyandang disabilitas.

Melalui metode Photovoice, kegiatan ini bertujuan menguatkan kemampuan warga dalam menangkap cerita dan pengalaman mengenai banjir melalui foto dan narasi. Para peserta mendapatkan materi dasar fotografi menggunakan ponsel dari fotografer Kalbar Teguh Panglima dan Victor Fidelis Sentosa. Selain itu, penulisan caption dan penyusunan narasi diberikan oleh jurnalis LKBN Antara Kalbar Rendra Oxtora.

Menurut Teguh Panglima, pendekatan sederhana menggunakan smartphone dipilih agar warga bisa langsung mempraktikkannya.

“Jadi kita bersama Yayasan Kolase mengadakan semacam program dengan tema banjir di mata warga melalui foto dan caption. Kita beri materi dasar-dasar fotografi menggunakan HP. Ini cukup simpel karena HP itu untuk masyarakat sudah bukan barang aneh,” katanya.

Meskipun menggunakan smartphone, ia menambahkan bahwa pelatihan tetap menekankan komposisi, cahaya, dan sudut pengambilan gambar.

“Pemotretan dengan kualitas tinggi beserta penyertaan caption di setiap fotonya itu akan memberikan kekuatan karakter pada foto tersebut,” ujarnya.

Teguh mengaku terkesan dengan keberagaman latar belakang peserta yang turut melibatkan berbagai gender dan kaum rentan seperti disabiltas.

“Ada yang dari mahasiswa, ada orang tua, ada juga kawan-kawan disabilitas. Jadi, mereka antusias dengan program yang kami tawarkan.”

Salah satu peserta disabilitas, Dwi Redi Radiallah, menyampaikan bahwa dua hal utama yang ia pelajari adalah fotografi dan menulis.

“Semoga kegiatan ini terus berlanjut dan semoga kegiatan ini dapat dilihat oleh pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Evi Marlina, peserta dari kelompok ibu-ibu, menilai kegiatan ini membuka wawasan baru bagi dirinya yang biasanya hanya melibatkan kaum muda.

“Yang awalnya saya tidak tahu photovoice itu apa, teknik mengambil gambar itu seperti apa, caption untuk cerita di foto itu seperti apa. Mudah-mudahan dari foto-foto kami bisa mewakili aspirasi dari masyarakat untuk pemerintahan,” harapnya.

Peserta lain, Muhammad Luthfi Hasan Hasibuan, turut menekankan pentingnya keberlanjutan program ini agar menjadi sarana menyuarakan keresahan masyarakat terkait banjir di Pontianak.

“Kesan-pesannya untuk photovoice ini semoga lebih berkembang ke seluruh Kalimantan, bukan di Pontianak saja karena di Kalimantan Barat ini banyak sekali banjir,” ujarnya.

Selain itu, ke depannya luthfi berharap peserta tak hanya sekadar mengikuti pelatihan, namun bisa menyebarkan ilmu yang didapat.

“Harapan saya untuk semua yang ikut kegiatan ini bisa mengembangkan photovoice kepada kerabat, keluarga, atau ke teman-temannya,” harapnya.

Photovoice menjadi langkah awal Yayasan Kolase untuk mendorong warga terdampak banjir agar mampu menyampaikan pengalaman mereka melalui visual dan narasi yang kuat. Hasil karya peserta rencananya akan dipamerkan pada akhir program sebagai bentuk suara kolektif warga kepada publik dan pemangku kebijakan.*

Exit mobile version