Menanti Prosedur Operasional Standar Penanganan Orangutan

Pedoman ini penting bagi para penggiat konservasi orangutan dalam menjalankan tugasnya dengan cara yang sama, terstruktur, dan konsisten

Para penggiat konservasi orangutan memerlukan prosedur operasional standar sebagai pedoman dalam menjalankan tugasnya dengan cara yang sama, terstruktur, dan konsisten. Foto: Dok. Balai KSDA Kalbar

Kolase.id – Kementerian Kehutanan RI terus menggodok kebijakan penanganan orangutan dalam bentuk standard operating procedure (SOP). Kebijakan yang akan menjadi pedoman bagi para penggiat konservasi orangutan secara nasional ini sedang dalam proses finalisasi di Gedung Manggala Wanabakti Jakarta.

Hal tersebut mencuat dalam Konferensi Pers Kalimantan Barat Orangutan Regional Meeting yang digelar oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar bersama para mitra di Hotel Mercure Pontianak, Rabu (16/4/2025).

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Nunu Anugrah mewakili Dirjen KSDAE Kementerian Kehutanan RI mengatakan, sejauh ini penanganan orangutan sudah ada prosedurnya. “Hanya saja, SOP dimaksud masih sebatas yang dimiliki oleh masing-masing lembaga konservasi orangutan,” katanya.

Nunu menjelaskan, SOP penanganan orangutan ini meliputi prosedur penyelamatan, rehabilitasi, dan pelepasliaran. Kebijakan tersebut akan menjadi pedoman bagi para penggiat konservasi orangutan secara nasional.

Kendati demikian, Nunu mengingatkan dalam konteks tahapan penyelamatan satwa liar dari berbagai masalah seperti konflik, hal itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 17/2024 tentang Penyelamatan Jenis Satwa.

“Jadi aturan mainnya sudah ada, tinggal pendetailan teknis penanganan yang kita sebut sebagai pedoman. Ini pun draftnya sudah ada, bahkan sudah dibahas sejak lama. Tinggal finalisasi dan diteken,” katanya.

Suasana Konferensi Pers Kalimantan Barat Orangutan Regional Meeting yang digelar oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalbar bersama para mitra di Hotel Mercure Pontianak, Rabu (16/4/2025). Foto: Dok. Balai KSDA Kalbar

Kepala Balai KSDA Kalbar RM Wiwied Widodo menambahkan, saat ini Kementerian Kehutanan sedang menggodok satu metode yang disebut Analisis Risiko Kesehatan Orangutan (ARKO). “Ini pedoman untuk mengkaji secara komprehensif kondisi orangutan mulai dari proses penyelamatan hingga pelepasliaran,” kata Wiwied.

Dia juga membeberkan kondisi terkini orangutan di Kalbar yang berada di Pusat Rehabilitasi Orangutan Sintang dan Ketapang. Saat ini, pusat rehabilitasi di Sintang sedang menangani 19 individu orangutan. Sedangkan di pusat rehabilitasi Ketapang menangani 62 individu orangutan. Jadi total orangutan yang ada di pusat rehabilitasi sebanyak 81 individu.

Lebih jauh Wiwied menjelaskan bahwa ada 13 metapopulasi orangutan di Kalbar. Dua lokasi beririsan dengan provinsi lain, bahkan negara tetangga Malaysia. “Jadi ada yang satu metapopulasi dengan Kalteng, dan satu metapopulasi dengan Sarawak,” sebutnya.

Dari 13 metapopulasi ini, ada 9.210 individu orangutan yang terdata dalam dokumen Population and Habitat Viability Analysis (PHVA) 2016. Untuk sementara, hasil update data ada 11.740 individu orangutan.

“Apakah trennya naik? Kita belum tahu, karena metodenya memang belum seragam. Kita mulai membahasnya hari ini, dan akan ada upaya validasi data pada tahun 2026,” tutup Wiwied.

Exit mobile version