Kolase.id – Berbagai jenis ikan di Sungai Sepatah, Desa Agak, Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak dan Sungai Retok, Desa Retok, Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya, tiba-tiba mati secara misterius sejak 15-17 April 2022. Dua sungai ini terkoneksi satu sama lainnya di mana Sungai Sepatah adalah hulu dari Sungai Retok.
Dugaan penyebab kematian misterius ikan-ikan sungai itu pun berseliweran. Dari dugaan tumpahan limbah oleh pabrik kelapa sawit milik PT Satria Multi Sukses (SMS) di Sebangki, hingga zat berbahaya merkuri. Akademisi Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak Kiki Prio Utomo turut memberikan pandangannya terkait pencemaran sungai.
Tim Redaksi Kolase bersama aktivis Walhi Kalbar Hendrikus Adam berbincang santai dengan Kiki Prio Utomo di sebuah warung kopi di bilangan Jalan Setia Budi Pontianak, Kamis (21/4/2022) malam. Perbincangan tersebut kemudian berlanjut pada Senin (25/4/2022) malam di bilangan Jalan Gajahmada Pontianak. Berikut petikannya:
Apa sebenarnya yang bisa memicu kematian mendadak berbagai jenis ikan secara massal di perairan sungai?
Dua kemungkinan, keracunan dan atau kekurangan oksigen. Untuk kasus kematian ikan, kita bisa melakukan nekroskopi jika bangkainya dapat dibawa ke laboratorium, atau biopsi yaitu mengambil jaringan dari bangkai untuk diperiksa di lab. Di situ bisa dicek organ dalamnya, apa sebab kematiannya. Hanya saja dalam kasus pembuktian pencemaran sungai, waktu adalah musuh terbesar. Apalagi urusannya adalah pencemaran air. Sifat air itu mengencerkan, dinamis karena mengalir. Perlu pula diketahui apakah kasus ini muncul sekali atau terus menerus. Kalau kasusnya terus menerus, masih ada peluang untuk mengungkap penyebab kematian itu. Tetapi jika hanya muncul sekali, bisa jadi penyebabnya adalah tumpahnya racun ke dalam sungai. Katakanlah ada racun yang tumpah dan kemudian terjadi sesuatu. Maka seiring waktu, konsentrasi zat yang tumpah itu perlahan akan berkurang dan kita tidak akan menemukan lagi jejak racunnya. Ini akan berbeda jika kasusnya berlangsung secara kontinu.
Bagaimana halnya dengan kasus yang terjadi di Sungai Retok dan Sungai Sepatah?
Biasanya jika ada kematian mendadak dalam jumlah besar dan meliputi semua jenis ikan, baik ikan permukaan maupun ikan dasar, maka dugaan penyebab yang mungkin adalah perubahan mendadak pada konsentrasi oksigen di dalam air atau ada tumpahan zat beracun yang terjadi seketika. Karena bila zat pencemar masuk perlahan-lahan, maka kita akan melihat kematian ikan tidak serempak, dimulai dari yang paling tidak tahan dan terakhir ikan yang relatif tahan. Kalau penyebabnya adalah tumpahan zat beracun, dan kita ingin mengetahui apa zatnya serta mencari sumbernya, maka kita berpacu dengan waktu. Karena zat beracun yang masuk satu kali, seiring berjalannya waktu akan terencerkan dan konsentrasinya akan berkurang sehingga tampak tidak lagi membahayakan. Atau zat beracunnya ikut menyebar mengikuti aliran air sehingga titik awal tumpahan semakin sulit dipastikan.
Apa risiko bagi peneliti jika terlambat mengambil sampel air sungai yang diduga tercemar?
Jika waktunya sudah berjalan cukup lama, kemungkinan di dalam sampel tidak akan ditemukan apa-apa. Kemudian ketika mau ambil sampel, perlu pula mempertimbangkan di titik mana mau ambil sampel. Kalau terlalu ke hilir, mungkin konsentrasi zat yang akan dicari sudah berkurang. Kalau di hulu, belum terjadi apa-apa di sana. Kalau kita ambil sampel di titik yang kurang tepat, hasilnya bisa keliru, misalnya menunjukkan bahwa tidak ada hal yang salah.
Bagaimana dengan metode pengambilan sampel?
Terkait soal metode itu sudah diatur baku, ada dua jenis sampel air yang perlu diambil. Pertama kondisi air yang menunjukkan kondisi alamiah sungai. Sampel seperti ini relatif mudah pengambilannya dan tak perlu dirawat. Berbeda kalau sampel itu berasal dari limbah, zat-zat yang ada di dalamnya itu bersifat tidak stabil. Saat sampel diambil, konsentrasi zat aktifnya masih tinggi. Jika sampel yang diambil tidak dirawat, dalam perjalanan ke laboratorium hingga proses pengujian, zat aktifnya bisa berkurang. Sampel yang berasal dari limbah, usianya pendek. Jadi kalau mau ambil sampel, kita pastikan dirawat dan diuji dengan segera. Ada sampel yang harus diuji dalam waktu kurang dari 24 jam, ada yang dapat bertahan hingga 36 jam.
Seperti apa birokrasi di laboratorium?
Sampel, begitu masuk laboratorium harus segera diproses. Bila di laboratorium terdapat antrean, maka sampel penting dan mudah rusak harus didahulukan. Nah, soal penting ini yang sulit, siapa yang menentukan? Sampel penting itu, awalnya mungkin dapat menunjukkan cerita yang ingin kita ketahui. Tetapi karena lama baru diproses, begitu proses ternyata tidak menunjukkan apa pun yang aneh atau mencurigakan.
Memungkinkankah melakukan uji sebagai pembanding?
Ya, sangat memungkinkan. Kita bisa melakukan uji pembanding untuk mengetahui apa sebenarnya yang ada dalam sampel yang sudah diambil. Persoalannya adalah ketika kita melakukan uji dan laboratorium tempat pemeriksaan tidak terakreditasi. Ini akan menjadi perdebatan panjang. Makanya, kita harus melakukan prosedur pengambilan dan pengujian sampel yang benar dan mendokumentasikan seluruh prosesnya.
Kembali ke Sungai Retok dan Sungai Sepatah, sekarang bagaimana solusinya?
Solusi mudah adalah lakukan segera pemeriksaan sampel air dan ikan. Tetapi ini perlu biaya dan sumber daya yang memadai. Uji sampel air biayanya tidak murah. Pemeriksaan satu set sampel air bisa menghabiskan jutaan rupiah. Tetapi ada hal yang bisa kita lakukan dengan lebih mudah dan murah. Misalnya ada beberapa parameter yang dapat kita ukur di lapangan. Cuma ini adalah pembuktian secara tidak langsung. Misalnya kita dapat dengan mudah mengukur kadar oksigen di lapangan. Itu sangat mudah dan murah. Kita mungkin tidak akan tahu penyebabnya ketika kadar oksigen itu rendah. Tetapi sudah bisa menunjukkan adanya sesuatu yang salah. Kemudian, kita melakukan penelusuran sungai, dari mana mulainya peristiwa ini. Pasti ada titik awalnya di mana. Kemudian kita cek, ada apa di sekitarnya. Ini juga pembuktian secara tidak langsung. Tetapi minimal sudah bisa menuntun lahirnya dugaan-dugaan. Misalnya, di titik tertentu ada kolam limbah. Dapat dicek apakah terjadi kebocoran atau tidak. Karena setiap orang boleh mengambil sampel air di sungai, maka kita dapat memeriksa kualitas air sungai kita, termasuk bila terjadi kasus kematian massal ikan.
Adakah kemungkinan kematian ikan-ikan itu dipengaruhi oleh zat merkuri?
Ini menarik. Begini, merkuri itu zat berbahaya. Tetapi tidak semua zat berbahaya dapat menimbulkan kematian. Tergantung dosisnya. Mau dia merkuri kalau dosisnya tidak letal (mematikan), ya tidak akan menyebabkan kematian seketika. Kemudian sifat zat. Ada zat yang berbahaya seperti merkuri, tetapi dia sesungguhnya tidak mematikan di saat itu juga. Justru keberadaan merkuri itu paling akhir muncul di makhluk hidup sebagai akibat proses bioakumulasi. Sehingga jangan sampai nanti terjadi misleading. Isu utamanya ada sesuatu di dalam air yang toksik (bersifat racun) dan menyebabkan kematian ikan. Oke merkuri sudah menjadi isu luas, tetapi bila tidak ada sumbernya, maka untuk apa kita mengukur merkuri. Kita ingin mengetahui zat penyebab kematian ikan, tapi malah memeriksa zat lain hanya karena lebih populer dan sudah lama menjadi isu. Di sinilah pentingnya kita mengenali sungai kita. Di mana saja ada kegiatan manusia atau lainnya yang mempengaruhi kualitas air. Kita mungkin agak telat jika mau ambil sampel sekarang, khususnya dalam kasus kematian ikan di Sungai Retok dan Sungai Sepatah, tetapi jejaknya tidak akan hilang begitu saja. Apalagi bila racun yang masuk itu termasuk racun yang lama baru terurai.*