Warga Heboh, Ikan-ikan Mati Misterius di Sungai Sepatah dan Sungai Retok

Avatar
HA
Aktivis Walhi Kalbar Hendrikus Adam memerlihatkan jenis ikan yang mati misterius di Sungai Retok. Foto: Dok Pemdes Retok

Kolase.id – Sejumlah jenis ikan di Sungai Sepatah dan Sungai Retok mendadak mati misterius sejak Jumat (15/4/2022). Diduga kuat sungai yang menjadi habitat ikan-ikan tersebut telah tercemar limbah pabrik sawit yang beroperasi di Kabupaten Landak.

Praktis, peristiwa ini bikin heboh warga dua desa. Sungai Sepatah mengalir di Desa Agak, Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak. Sedangkan Sungai Retok mengalir di Desa Retok, Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya.

Kisah ini mulai terungkap dari tayangan sebuah video berdurasi 2,19 menit yang sempat viral di media sosial. Video tersebut memerlihatkan seorang warga sedang mengambil sampel air di Sungai Sepatah, dan meminta pihak perusahaan bertanggung jawab.

Selain itu, dalam video tersebut juga meminta pemerintah desa, kecamatan, bupati, gubernur, hingga presiden, agar membantu warga atas dugaan pencemaran limbah di sungai.

Aparatus desa setempat bersama tim merespon cepat video tersebut dan melakukan penelusuran Sungai Retok di Kubu Raya. Mereka melewati Koala Mamparigang, Taluk Paten, Gadah, Bator, hingga Sungai Sepatah di Kabupaten Landak pada Minggu (17/4/2022).

Karuan saja, hasil penelusuran menemukan fakta mengenaskan. Sejumlah ikan ditemukan sudah mati dan mengapung. Adapun di antara ikan yang ditemukan yakni baung, tilan, tamparas, dan ada pula ikan buntal.

Sahidin, Kepala Desa Retok mengatakan, selain ikan yang disebutkan, juga ada beragam jenis ikan lainnya yang mati seperti tingadak, kilabo, tapah, siluk/arwana, (merah dan silver), udang, baukng tikus, belut, bintutu, jelawat, ringau, kaloi, lais, sengarat, banga, tabungalatn, dan jenis ikan lainnya.

Arwana Brasil
Ikan jenis Arwana Brasil juga turut meregang nyawa. Foto: Acin (Desa Ritok)

“Sejak 2015 lalu kolam penampungan limbah pabrik sawit PT SMS pernah mengalami kebocoran dan menyebabkan sejumlah ikan mati. Tetapi tidak sebanyak saat ini. Demikian pula tahun 2019, juga pernah terjadi kebocoran. Selama ini belum ada respon pemerintah daerah,” ucapnya.

Sahidin minta agar ada solusi dari perusahaan untuk memastikan limbahnya tidak berbahaya. “Karena warga Retok dan sekitarnya tidak bisa menggunakan air untuk mandi, cuci, dan konsumsi. Masyarakat sangat dirugikan, bahkan ada yang kena diare,” kata Sahidin.

Dia menuding pihak perusahaan sudah abai dengan kewajibannya. Sejatinya pengelolaan dan pendirian pabrik sesuai dengan standar lingkungan hidup.

Selama ini, kata Sahidin, pihaknya di Desa Retok tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Amdal berdirinya pabrik. Sementara saat alami kebocoran justru menuai masalah karena aliran limbah mengalir hingga ke Sungai Retok.

Hendrikus Adam, aktivis Walhi Kalimantan Barat yang turut memantau di lapangan saat melakukan safari Paskah di lokasi mengingatkan bahwa dugaan pencemaran yang menyebabkan matinya sejumlah ikan tidak dapat dianggap remeh.

Selain berbahaya bagi lingkungan hidup khususnya biota sungai dan aneka jenis ikan, dugaan pencemaran yang terjadi pada Sungai Sepatah hingga Sungai Retok di hilirnya juga berbahaya bagi kesehatan warga. Terlebih selama ini warga sekitar menggunakan air sungai untuk mandi, cuci, dan bahkan untuk konsumsi.

“Ikan saja mabuk hingga banyak mati mengapung. Sepanjang menyusuri sungai bau anyir menyesakkan hidung. Tentu ini juga akan sangat berbahaya bagi kesehatan dan mengancam punahnya pengetahuan lokal terhadap aneka nama jenis ikan bagi komunitas sekitar,” terangnya.

Ikan mati
Ikan-ikan yang ditemukan mati dan mengapung di Sungai Retok, Desa Retok, Kecamatan Kuala Mandor B, Kabupaten Kubu Raya. Foto: Dok Pemdes Retok.

Oleh karenanya Adam meminta agar pihak terkait sesuai kewenangannya di dua kabupaten (Landak dan Kubu Raya) juga provinsi melalui Dinas LHK Kalbar segera bertindak memastikan pemenuhan hak-hak warga dan melakukan tindakan tegas atas dugaan pelanggaran yang terjadi.

Permintaan pihak Dinas Lingkungan Hidup Landak yang sempat datang lantas pulang namun meminta agar pihak perusahaan yang mengambil sendiri sampel air meski saat di lapangan ditemani perwakilan dua desa patut dipertanyakan.

“Sayang ya, kok pihak terkait justru pulang dan tidak melakukan pengambilan sampel air secara langsung? Terlebih pengambilan sampel oleh pihak perusahaan atas permintaan DLH tersebut pun juga dilakukan beberapa hari setelah limbah tersebut mencemari sungai. Bupati dalam hal ini perlu memastikan langkah tegas atas situasi begini,” pinta Adam.*

Respon (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *