Pontianak Kembali Berselimut Kabut Asap

Walhi meminta pemerintah lebih sigap mengatasi bencana agar warga terhindar dari risiko kesehatan fatal akibat polusi asap

Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Hendrikus Adam. Foto: Rizal Daeng/Kolase.id

Kolase.id – Kabut asap pekat mulai menyelimuti Kota Pontianak dengan indeks standar pencemaran udara (ISPU) di angka 132 (kategori tidak sehat) pada pukul 20.00 WIB Kamis malam. Bahkan hingga Jumat (26/7/2024) pukul 11.30 WIB, angka ISPU 112 masih berada pada kategori tidak sehat.

Dalam beberapa hari terakhir, kondisi udara tampak mendung karena polusi asap akibat karhutla. Walhi Kalimantan Barat mencatat sepanjang Juli 2024 sedikitnya sebanyak 778 titik panas terpantau yang tersebar di berbagai wilayah Kalimantan Barat, kecuali Kota Singkawang dan Kota Pontianak.

Adapun sebaran hotspot dimaksud yakni di Sanggau sebesar 24 % dari jumlah hotspot sepanjang Juli 2024, di Ketapang 15 %, di Landak 12 %, di Bengkayang 11 %, di Kubu Raya 8 %, di Sekadau 8%, di Kapuas Hulu 5%, di Sintang 5%, di Melawi 4%, di Mempawah 3%, di Sambas 3% dan di Kayong Utara 2%.

Sementara pada tahun 2023 lalu, sepanjang 1 hingga 31 Agustus 2023 silam, Walhi Kalimantan Barat mencatat sedikitnya sebanyak 7.376 hotspot terpantau pada 235 konsesi (sawit dan HTI) di Kalimantan Barat.

Direktur Walhi Kalbar Hendrikus Adam mengungkap bahwa di tengah bencana asap dengan level kondisi udara yang tidak sehat diharapkan ada upaya deteksi dini berupa informasi yang mudah diakses oleh warga. Bahkan papan informasi ISPU di Kota Pontianak saja kondisinya saat ini tidak berfungsi.

“Sejauh ini belum terlihat upaya yang dilakukan pemerintah memastikan warga mengetahui kondisi udara pada level mana dan belum ada juga imbauan pihak terkait apa yang mesti dilakukan warga agar terhindar dari risiko kesehatan akibat polusi asap. Demikian juga terkait layanan kesehatan belum disiagakan dalam merespon situasi yang saat ini terjadi” ungkap Hendrikus Adam.

Lebih lanjut Hendrikus Adam menilai, dalam kondisi udara tidak sehat, negara melalui aparatur pemerintah mestinya bisa lebih sigap memastikan agar hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat warganya terlindungi.

“Jadi negara melalui aparatur pemerintah mesti hadir memastikan perlindungan hak dasar warga atas lingkungan yang baik dan sehat. Penegakan hukum atas konsesi yang diduga terlibat dalam kasus karhutla juga selama ini masih jauh dari harapan” jelas Adam.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional menyampaikan “Asap di Pontianak merupakan lonceng tanda bahaya darurat karhutla. WALHI kembali memperingatkan pengurus nagara bahwa karhutla ini merupakan kejahatan lingkungan luar biasa.”

“Hingga saat ini pengurus negara tidak juga menjawab akar persoalan karhutla yaitu rusaknya eskosistem hutan dan Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) akibat aktivitas korporasi sawit dan hutan tanaman industri. Kalau akar persoalan ini tidak diselesaikan oleh pengurus negara, maka sepuluh tahun ke depan rakyat tetap akan selalu jadi korban karhutla,” kata Uli.

Pada 2023 lalu, Walhi melaporkan sebanyak 194 korporasi yang terdapat titik api dan kebakaran di lahan konsesinya. Sebanyak 38 korporasi di antaranya merupakan residivis, artinya korporasi yang juga terbakar lahannya pada 2015 hingga 2020. Pasca pelaporan tersebut, tidak diketahui sejauh mana penegakan hukum yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).*

Exit mobile version