Dua Pekerja Tertimbun Tanah, Walhi Kalbar Soroti Operasional PT BAI di Kabupaten Mempawah

Riset yang dilakukan oleh WALHI Kalbar di wilayah lanskap Sungai Kunyit menunjukkan bahwa pihak perusahaan PT. BAI dan juga Pemerintah menutup rapat informasi penting dari penduduk lokal dan masyarakat sipil.

Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Hendrikus Adam. Foto: Rizal Daeng/Kolase.id

Kolase.id – Direktur Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam sangat menyayangkan peristiwa tertimbunya dua pekerja PT Borneo Alumnina Indonesia (BAI) yang berada di Kabupaten Mempawah.

Ia menilai perusahaan milik negara itu belum beroperasi secara resmi namun sudah memakan korban meninggal dunia.

Berdasarkan informasi yang beredar dari pemberitaan media, kedua korban disebutkan sedang mengecek kedalaman pengerukan tanah untuk pemasangan pipa. Namun nahas, keduanya tertimbun tanah kerukan hingga dikabarkan meninggal dunia.

Tanda tanya besar mulai muncul, bagaimana Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dari pembangunan konstruksi SGAR ini?

Bagaimana rencana PT. BAI yang ingin menyerap tenaga kerja Sungai Kunyit, namun ada pekerja dari Aceh bahkan diantaranya banyak pekerja negara Tiongkok?

“Bukankah PT. BAI berkomitmen untuk menyerap tenaga kerja di Sungai Kunyit? Dengan kejadian ini, kita semakin mempertanyakan komitmen dan janji-janji manis PT. BAI,” ujarnya.

“Komitmen tersebut memang akan direalisasikan atau hanya sekedar pemulus kegiatan konstruksi?,” katanya.

Melalui data yang dihimpun Tahun 2024 hampir memasuki kuartal akhirnya, dengan target SGAR PT. Borneo Alumina Indonesia (BAI) untuk dapat beroperasi Oktober 2024. Dikejar waktu, hal ini tentu menjadi pemicu adrenalin bagi pihak perusahaan.

Riset yang dilakukan oleh WALHI Kalbar di wilayah lanskap Sungai Kunyit menunjukkan bahwa pihak perusahaan PT. BAI dan juga Pemerintah menutup rapat informasi penting dari penduduk lokal dan masyarakat sipil.

Menurut Adam, Informasi penting itu berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang akan berdampak langsung atau tidak saat pembangunan dan pengoperasian pabrik smelter.

Penduduk lokal selalu mengaku bahwa sama halnya dengan pembangunan Pelabuhan Internasional Kijing, tidak pernah mendapatkan informasi yang memadai tentang rencana pembangunan dan pengoperasian pabrik smelter PT BAI, kecuali informasi tentang peluang lapangan kerja baru dan kemajuan ekonomi Mempawah yang selalu didengung-dengungkan para pejabat dalam pidato acara seremonial pemerintah atau saat diwawancara wartawan.

Namun pada kenyataannya, malah pekerja dari luar daerah yang mendominasi.

Penduduk juga tidak pernah mendapatkan informasi tentang limbah-limbah beracun yang akan dihasilkan dari proses penyulingan bauksit menjadi alumina dalam wujud lumpur merah dan atau FABA sisa pembakaran batu bara di ketel-ketel PLTU milik perusahaan.

Adam menilai bahwa kuat dugaan upaya menutup rapat informasi itu adalah bagian dari strategi PT BAI dan Pemerintah untuk menutup ruang munculnya ketakutan penduduk lokal yang pada akhirnya dapat melahirkan aksi unjuk rasa besar-besaran menentang proyek pembangunan dan pengoperasian pabrik smelter.

Upaya menutup rapat informasi penting ini juga menjadi bagian dari strategi PT BAI dan pemerintah mendapatkan kritik dari kalangan masyarakat sipil yang berpotensi menarik aksi penolakan yang lebih besar di lingkup lokal dan bahkan nasional yang dapat berujung penghentian PSN ini.

“Pemasangan pipa di bawah tanah ini juga perlu menjadi perhatian. Dengan ukuran yang sebesar itu, kemana pipa tersebut akan bermuara? Jangan sampai pipa tersebut malah mengarah ke laut dan digunakan sebagai instalasi pembuangan limbah.” pungkas Adam. (r)

Exit mobile version