Kolase.id – Apakah Anda seorang pedagang atau hobiis burung beo? Hati-hati berurusan dengan satwa lindung ini. Nasib Anda bisa sama seperti Muhtar Ari bin Arrahman, berakhir di balik jeruji besi.
Begitulah kisah dari Pengadilan Negeri Mempawah, Senin (13/6/2022). Majelis hakim yang diketuai Ida Bagus Oka Saputra Manuaba beserta hakim anggota Imelda dan Yeni Erlita, menjatuhkan vonis 10 bulan penjara kepada terdakwa Muhtar.
Selain menjatuhkan pidana penjara, majelis hakim juga mewajibkan terdakwa membayar pidana denda Rp20 juta atau subsider tiga bulan kurungan penjara.
“Menyatakan terdakwa Muhtar Ari bin Arrahman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup sebagaimana dalam Dakwaan Tunggal,” ucap Ketua Majelis Hakim Ida Bagus Oka Saputra Manuaba dalam pembacaan putusan di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Mempawah, Senin (13/6/2022).
Pada sidang tuntutan, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mempawah yang terdiri dari Lawra Resti Nesya dan Ning Rendati, meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana 12 bulan penjara dan pidana denda Rp20 juta dengan ketentuan apabila tidak dapat dibayarkan maka diganti pidana kurungan tiga bulan.
“Menyatakan bahwa terdakwa Muhtar Ari bin Arrahman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup yang diatur dalam Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagaimana dalam Dakwaan,” ucapnya.
Sebelumnya, pada Jumat 28 Januari 2022 Tim Subdit 4 Ditreskrimsus Polda Kalbar mendatangi alamat rumah terdakwa Muhtar Ari bin Arrahman setelah mendapatkan informasi dari masyarakat bahwa di daerah Desa Pal Sembilan Kecamatan Sungai Kakap ada kegiatan memperjual belikan satwa dilindungi yaitu burung beo (Gracula religiosa). Satwa dilindungi tersebut dijual terdakwa dengan harga Rp1,5 juta per ekornya.
Berdasarkan keterangan ahli Eni Ratnawati dari Balai KSDA Kalbar, kerugian negara yang disebabkan oleh perdagangan satwa liar dilindungi tidak ternilai karena satwa liar memang tidak ternilai secara ekonomi dan ekologis berdasarkan peran dan fungsinya di alam.
Selain itu, selama ini tidak ada angka acuan yang ilmiah dan resmi dalam penegakan hukumnya tetapi hanya harga pasaran dan tidak setara dengan kerugian ekologis yang diakibatkan dari perdagangan satwa liar tersebut.*