Trimates: Tiga Perempuan, Tiga Primata, Satu Warisan untuk Dunia

oleh M. Hermayani Putera

Tiga perempuan dari latar berbeda, bekerja di dua benua untuk tiga primata besar, namun dengan satu pesan yang sama: melawan kepunahan dan ketidakadilan terhadap alam.. Foto: Dok. Donahaviadeser

DI TENGAH sejarah panjang konservasi, nama Trimates akan selalu abadi: Jane Goodall, Dian Fossey, dan Biruté Mary Galdikas. Istilah ini lahir pada 1970-an, merujuk pada tiga perempuan muda yang dipilih dan dimotivasi oleh paleoantropolog Louis Leakey untuk meneliti primata besar di habitat alaminya.

Leakey percaya, dengan perspektif yang segar, ketelatenan, dan intuisi perempuan, mereka bisa menembus batas penelitian yang sebelumnya terlalu maskulin dan kaku. Keyakinan ini terbukti: riset mereka bukan hanya mengubah ilmu pengetahuan, tapi juga memantik gerakan konservasi global.

Jane Goodall: Rekonsiliasi, Kelembutan, dan Gerakan Global

Jane Goodall yang baru saja wafat, memberi dunia bukan hanya pengetahuan tentang simpanse, tetapi juga pelajaran kemanusiaan. Dari Gombe, Tanzania, ia menemukan bahwa simpanse mampu mencipta alat dan berperilaku kompleks. Yang tak kalah penting, ia mencatat bagaimana simpanse melakukan rekonsiliasi pasca-konflik: berpelukan, berpegangan, dan berbagi isyarat damai. Dari primata inilah kita belajar bahwa perbedaan dan konflik tak harus berakhir dengan perpecahan—bahwa rekonsiliasi adalah jalan alami untuk bertahan bersama.

Jane juga merawat pergerakannya dengan mendirikan Jane Goodall Institute (JGI) pada 1977, yang kini memiliki kantor di sekitar 27 negara dan bermitra dengan lebih dari 60 negara lainnya dalam jejaring konservasi global (Jane Goodall Institute, 2024). Dari rahim JGI lahirlah gerakan anak muda Roots & Shoots, yang menurut laporan resmi JGI saat ini aktif di lebih dari 65 negara, melibatkan lebih dari 150.000 peserta dan relawan yang tergabung dalam sekitar 8.000 grup di seluruh dunia (Jane Goodall’s Roots & Shoots, 2023).

Indonesia juga termasuk dalam jejaring ini. Beberapa sekolah dan komunitas di tanah air telah bergabung dengan Roots & Shoots, salah satunya melalui kolaborasi dengan WIJABA (We Inspire Justice And Build Awareness), organisasi pendidikan lingkungan yang bekerja sama dengan JGI dalam menggerakkan generasi muda Indonesia untuk aksi-aksi nyata (Mongabay Indonesia, 2021). Melalui inisiatif ini, anak-anak dan remaja diajak memimpin aksi-aksi kecil namun berdampak besar bagi lingkungan, hewan, dan kemanusiaan.

Dengan wafatnya Jane, dunia kehilangan seorang ibu bagi konservasi global. Namun, pesan dan organisasinya memastikan nyala itu terus menyala, termasuk di tanah air kita.

Dian Fossey: Api Perlawanan yang Tak Padam

Berbeda dengan Jane yang lembut, Dian Fossey adalah api perlawanan. Ia hidup di pegunungan Rwanda demi melindungi gorila gunung dari kepunahan akibat perburuan liar. Keberaniannya membuat namanya mendunia lewat Gorillas in the Mist yang terbit tahun 1983, tetapi juga menghadirkan risiko besar.

Pada 1985, ia ditemukan tewas secara misterius, diyakini akibat konspirasi pemburu atau mafia satwa. Tragedi ini menjadi pengingat pahit bahwa perjuangan lingkungan sering berarti berhadapan langsung dengan kriminal lingkungan. Sebagai Upaya mengenang Fossey sekaligus merawat apa yang sudah diperjuangkannya, buku Gorillas in the Mist kemudian difilmkan pada tahun 1988 dengan judul yang sama.

Meski Fossey telah tiada, semangatnya hidup dalam Dian Fossey Gorilla Fund, lembaga yang terus bekerja di Afrika untuk melindungi gorila, memberdayakan masyarakat lokal, dan melanjutkan riset yang ia mulai. Fossey memang gugur, tetapi suaranya tidak pernah benar-benar hilang.

Biruté Mary Galdikas: Keteguhan dan Generasi Baru

Sementara itu, Biruté Mary Galdikas tetap setia pada orangutan Kalimantan. Sejak awal 1970-an, ia membangun Camp Leakey, pusat riset dan rehabilitasi orangutan di Taman Nasional Tanjung Puting. Ia merawat anak-anak orangutan yatim piatu akibat perburuan dan deforestasi, mendirikan Orangutan Foundation International, serta mendorong penyelamatan habitat yang kian menyempit.

Tak hanya itu, Biruté membangun generasi baru konservasionis. Ia membuka peluang bagi mahasiswa, peneliti muda, hingga relawan internasional untuk belajar langsung di lapangan. Banyak di antara mereka yang kemudian menjadi aktivis dan peneliti konservasi, meneruskan api perjuangan orangutan. Kini, meski usianya lanjut, Biruté masih aktif berkeliling dunia memberi kuliah, menyuarakan ancaman deforestasi dan krisis iklim dari perspektif hutan Kalimantan.

Persaudaraan Spiritual Trimates

Walau jarang bertemu dalam satu forum karena lokasi riset yang terpencil dan terpisah lintas benua, Trimates terhubung secara spiritual dan intelektual. Louis Leakey menjadi simpul awal yang menyatukan mereka. Jane dan Biruté beberapa kali tampil bersama di konferensi internasional, mengenang Fossey sebagai saudari seperjuangan.

Semangat kebersamaan mereka lebih bersifat naratif dan inspiratif: tiga perempuan dari latar berbeda, bekerja di dua benua untuk tiga primata besar, namun dengan satu pesan yang sama: melawan kepunahan dan ketidakadilan terhadap alam.

Legacy Trimates dan Pelajaran Bagi Kita

Trimates memberi dunia lebih dari sekadar data ilmiah: mereka menghadirkan keberanian, empati, dan keteguhan moral, sekaligus mengubah cara pandang kita terhadap primata besar dengan menyingkap kedekatan biologis dan psikologisnya dengan manusia. Mereka memelopori etologi lapangan dengan pendekatan jangka panjang—hidup berdampingan dengan simpanse, gorila, dan orangutan di habitat aslinya—seraya menembus bias gender dalam sains yang saat itu sangat didominasi laki-laki.

Melalui riset, lahirlah gerakan konservasi global, mengakar di Afrika dan Asia, memperkuat kesadaran akan pentingnya melindungi hutan tropis, dan memberi kita pelajaran moral: bahwa masa depan manusia hanya bisa terjaga jika hutan dan primata yang merefleksikan sisi terdalam kemanusiaan kita ikut terjaga.

Kini, Jane Goodall telah berpulang, Dian Fossey gugur dalam misteri, dan Biruté Mary Galdikas tetap berjuang di garis depan—namun bersama-sama mereka meninggalkan pesan abadi tentang harapan, keberanian, dan tanggung jawab lintas generasi.*

Exit mobile version