Lebih dari Tiga Dekade Walhi Kalbar dalam Pusaran Pergerakan

John Bamba: Alam mesti “diusahakan dan dipelihara” oleh manusia agar bisa “hidup dan selamat” yang dalam perspektif Walhi disebut “Adil dan Lestari”

Walhi Kalbar di ajang syukuran memperingati hari lahirnya yang ke-34 tahun pada 15 Oktober 2024 di Kantor Walhi Kalbar. Foto: Dok. Walhi Kalbar

Kolase.id – Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat (Walhi Kalbar) genap berusia 34 tahun pada 15 Oktober 2024. Selaras dengan usia Walhi Nasional yang kini sudah bertengger di angka 44 tahun. Untuk sebuah organisasi, usia tersebut tentu sudah terbilang mapan dalam gerakan. Momentum hari lahir ini diperingati dengan gelar syukuran.

Kegiatan yang dihadiri segenap komponen organisasi, mahasiswa, CSO jaringan dan jurnalis ini juga dirangkai dengan diskusi bertema “Refleksi Gerakan Lingkungan Hidup di Kalimantan Barat Dahulu dan Kini”.

Sejumlah Direktur Walhi Kalbar dari masa ke masa di antaranya John Bamba yang saat itu sebagai Ketua Presidium Forda Walhi Kalbar, Shaban Stiawan, Anton P. Widjaya, Nikodemus Ale, dan Hendrikus Adam didaulat sebagai pemantik. Beberapa mantan direktur berhalangan hadir. Sementara, pemantik lainnya yakni Hermawansyah, anggota Walhi Kalbar yang juga pendiri Lembaga Gemawan.

Melalui diskusi yang dimoderatori Andreas S. Illu, Kepala Divisi WKR, Pendidikan dan Pengorganisasian Walhi Kalbar ini, para pemantik menyampaikan gagasannya mengenai bagaimana perjalanan gerakan advokasi lingkungan hidup seiring dengan perjalanan awal Walhi Kalimantan Barat dahulu hingga saat ini.

John Bamba, Ketua Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK) saat itu adalah Ketua Presidium Forda Walhi Kalbar di awal tahun 90-an, menyampaikan bahwa di masa-masa awal, Walhi Kalbar sempat mengalami kevakuman meskipun ada puluhan lembaga yang bergabung sebagai anggotanya saat itu. Namun setelah diaktifkan di masa kepemimpinannya sebagai Ketua Presidium, anggota Walhi Kalbar saat itu hanya berjumlah sekitar 14 lembaga.

“Salah satu advokasi yang berhasil dilakukan adalah terhadap sebuah proyek HTI di Kabupaten Sanggau yang didanai melalui pinjaman ADB (Asian Development Bank) saat itu” jelas John Bamba mengenang kisah silam. Melalui advokasi yang terkoneksi baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, proyek tersebut akhirnya dihentikan oleh ADB.

Lebih lanjut, John Bamba mengingatkan bahwa alam mesti “diusahakan dan dipelihara” oleh manusia agar bisa “hidup dan selamat” yang dalam perspektif Walhi disebut “Adil dan Lestari”. Jika kedua hal tersebut diabaikan, maka alam akan rusak dan justru berubah menjadi sumber bencana dan malapetaka bagi semua mahluk.

Dengan mengelola alam secara berkeadilan, manusia bisa hidup dan dengan memelihara alam secara lestari, maka manusia akan selamat. Inilah sesungguhnya yang menjadi mandat dan sekaligus misi Walhi yang utama.

Dirinya pun menyampaikan pesan untuk para aktivis CSO bahwa “Pencapaian tertinggi seorang aktivis adalah kesetiaannya pada prinsip, nilai dan apa yang diperjuangkan” dimanapun dia berada tegasnya.

Sementara Hermawansyah, mengingatkan bahwa meletakkan entitas gerakan perlawanan sebagaimana mandat statuta menjadi penting. “Apakah keadaan objektif saat lahirnya Walhi untuk merespon situasi eksternal berbeda atau jangan-jangan kita malah kembali pada situasi sama dengan tanda-tandanya yang tidak beda amat. Secara substansi bisa sama dengan isu masa lalu, tetapi prosesnya yang bisa berbeda” terang Hermawansyah.

Lebih lanjut, menurut aktivis mahasiswa pada masanya tersebut bahwa ruang debat perlu dihadirkan dan level keberanian atau nyali aktivis perlu ditingkatkan.

“Saat ini, reproduksi masalah tidak sebanding dengan reproduksi aktivis. Karenanya perlu investasi terkait sumber daya manusia, proses kaderisasi perlu dilakukan terus menerus. Memastikan agenda pembangunan tidak merusak lingkungan dan melanggar HAM perlu dilakukan melalui konektivitas antar elemen dengan basisnya kepercayaan (trust). Urai dan baca ulang eksistensi dan bangun trust, lantas jalan sama-sama” pungkas Hermawansyah.

Direktur Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam menilai bahwa merefleksikan uraian para pemantik sebelumnya, pekerjaan rumah terkait advokasi dan kampanye lingkungan hidup dahulu hingga saat ini belum selesai. “Karenanya, dukungan dan kebersamaan berbagai komponen walhi serta jejaring dalam memperjuangkan apa yang diharapkan diperlukan.

“Kita berharap Walhi menjadi rumah gerakan advokasi dan kampanye lingkungan hidup yang Progresif di Kalimantan Barat, kembali pada mandatnya. Ke depan, kita juga akan melakukan dokumentasi dengan menulis sejarah Walhi Kalbar dalam bentuk buku,” terang Hendrikus Adam.

Sejumlah agendapun saat ini sedang didorong Walhi Kalbar untuk diadvokasi bersama jejaring diantaranya terkait kasus warga atas hadirnya perkebunan kayu PT. Mayawana Persada di Ketapang, menyoal Raperda RTRW Kalbar dan mendorong agenda lingkungan hidup dalam Pilkada 2024.

Adapun kegiatan yang dilakukan bertemapan dengan usia ke-34 Walhi Kalbar dan ke-44 Walhi di Indonesia adalah perayaan syukuran dan melakukan refleksi bersama mengenai perjalanan Walhi dan Gerakan Lingkungan Hidup di Kalbar dahulu hingga saat ini. Selain itu juga membaca ruang demokrasi dalam mendorong penyelamatan lingkungan hidup di tengah situasi menjelang Pilkada dan pergantian Presiden-Wakil Presiden Indonesia.*

Exit mobile version