Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Kasus Mayawana Persada ke Parlemen Kalbar

DPRD Kalbar berjanji akan menindaklanjuti laporan masyarakat ke pihak terkait

Avatar
Koalisi masyarakat sipil melaporkan kasus Mayawana Persada dalam bentuk laporan hasil pemantauan sepanjang 2024 kepada Komisi 2 DPRD Kalbar. Foto: Dok. Humpro DPRD Kalbar

Kolase.id – Koalisi masyarakat sipil akhirnya melaporkan kasus Mayawana Persada ke wakil rakyat di gedung parlemen Kalbar, Senin (24/3/2025). Mereka terdiri dari Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, perwakilan pemuda adat Kualan Hilir, dan berbagai organisasi masyarakat sipil pegiat lingkungan dan HAM.

Kedatangan koalisi masyarakat sipil diterima Ketua Komisi 2 Fransiskus Ason dari Fraksi Partai Golkar dan anggotanya H. Subhan Nur dari Fraksi Partai Nasdem serta dihadiri oleh staf Komisi 2 DPRD Kalbar. Link-AR Borneo mempresentasikan histori konflik yang terjadi di PT Mayawana Persada dan update hasil pemantauan tim koalisi sepanjang tahun 2024.

Ketua Link-AR Borneo Ahmad Syukri menyampaikan bahwa Mayawana Persada telah mendapat izin IUPHHK-HT sejak 2010 seluas 136.710 hektare, meliputi 14 desa di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara.

“Kawasan yang dikuasai terdiri dari ekosistem gambut lindung dan budidaya 60,15% dari wilayah konsesi, dan 57,15% merupakan habitat orangutan (IUCN). Sejak beroperasi, PT Mayawana Persada telah mengakibatkan konflik agraria berkepanjangan dan praktik intimidasi hingga kriminalisasi,” kata Ahmad Sukri.

Selain itu, lanjutnya, perilaku ugal-ugalan itu telah mengakibatkan deforestasi, kehancuran ekosistem gambut, habitat orangutan dan meningkatnya intensitas bencana banjir yang terjadi di desa-desa di dalam dan sekitar konsesi PT Mayawana Persada di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara. Seperti yang baru saja terjadi di Lelayang Tanjung, Desa Kualan Hilir Kabupaten Ketapang dan Desa Sungai Mata-Mata Kayong Utara.

Ahmad Syukri menjelaskan, sejak 2016 hingga 2023, deforestasi yang terjadi di dalam konsesi Mayawana Persada mencapai 37.800 hektare. Ini menjadikan Kalimantan Barat mendapat predikat deforestasi terluas se Indonesia pada 2023.

Kendati telah terbit surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait penghentian pembukaan pada LOA No.S.360/PHL/PUPH/HPL.1.0/B/3/2024, deforestasi masih tercatat sepanjang 2024 seluas 4.633,05 hektare, kerusakan ekosistem gambut seluas 4.056,32 hektare, dan kerusakan habitat orangutan seluas 3.730,71 hektare.

Suardi, mewakili Pemuda Adat Desa Kualan Hilir menambahkan, maraknya intimidasi dan kriminalisasi yang terjadi di desanya mengakibatkan trauma pada korban dan masyarakat, karena harus berurusan dengan hukum bahkan ada yang dipenjara hanya karena mempertahankan haknya.

Ketua Komisi 2 DPRD Kalimantan Barat Fransiskus Ason memberikan respon yang baik untuk menindaklanjuti permasalahan yang telah disampaikan kepada anggota Komisi 2 yang lainnya, dan akan menindaklanjutinya dengan para pihak terkait di tingkat provinsi dan jika perlu diangkat sampai pada tingkat nasional.

Pernyataan tersebut ditambahkan juga oleh anggota Komisi 2 lainnya H. Subhan Nur yang mengatakan persoalan klasik di Kalbar ini harus dapat diselesaikan. “Saya meminta kepada semua pihak untuk bersabar dan berupaya bersama-sama membantu penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat. Karena belum tentu dalam waktu satu atau dua tahun permasalahan ini dapat diselesaikan. Saya akan berdiri tegak untuk membela kepentingan masyarakat,” ucapnya.

Koalisi masyarakat sipil berharap Komisi 2 DPRD Provinsi Kalbar dapat menindaklanjuti pertemuan ini dengan memanggil perusahaan dan pihak-pihak lain yang terkait untuk menyikapi permasalahan yang terjadi.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *