Dua Narasi yang Bertabrakan
Tekanan memuncak ketika Fendy berhadapan dengan proses hukum. Versi perusahaan yang diberitakan sejumlah media termasuk menjawab pertanyaan Kolase, menyebut kasus ini murni pidana pemerasan.
PT Mayawana Persada menyatakan peristiwa bermula pada 2 Desember 2023, ketika Fendy dan rombongan mendatangi kantor estate, terjadi kekerasan terhadap manajer, penyekapan karyawan, penyitaan kunci alat berat, serta permintaan uang Rp16 juta yang ditransfer ke rekening Fendy. “Korban melapor ke aparat penegak hukum, bukan perusahaan,” tegas Anang.
Sebaliknya, organisasi masyarakat sipil menilai proses hukum ini sarat kriminalisasi. Sejumlah media massa di Kalimantan Barat turut menyoroti momentum penjemputan paksa yang berdekatan dengan kegiatan advokasi dan minimnya ruang dialog.
Dua Cerita, Satu Hutan
Menjelang akhir 2025, ketegangan mereda bukan karena konflik selesai, melainkan karena kelelahan kolektif. Di satu sisi, perusahaan bersikukuh menjalankan operasional yang mereka klaim legal dan berkomitmen pada konservasi. Di sisi lain, masyarakat adat terus bertahan mempertahankan ruang hidup yang kian menyusut.
“Hutan boleh habis,” kata seorang tetua kampung, “tetapi keberanian jangan.”
Fendy Sesupi akhirnya menerima predikat tersangka. Walau tidak ditahan akibat desakan sejumlah masyarakat sipil, namun statusnya menjadi tersangka, bak menyalakan sebatang rokok di dekat SPBU, rawan meledak—ditangkap karena status hukumnya.
Di tengah hutan yang terbakar pelan oleh izin, alat berat, dan konflik, dua cerita berjalan berdampingan. Dan di antara keduanya, negara masih diuji, apakah hadir sebagai penengah yang adil, atau sekadar penonton dari konflik yang terus menyala di bawah permukaan.*
