IPB dan BPDPKS Sosialisasikan Inovasi Biochar Tankos Kelapa Sawit di Kalbar

Penggunaan Biochar juga dapat meningkatkan efisiensi dan peningkatan mineral pada perkebunan kelapa sawit.

Avatar
Para Peserta saat mengikuti Workshop dan Sosialisasi Karbonisasi Tandan Kosong Sawit dan Pemanfaatannya sebagai Soil Conditioner untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Kesuburan Tanah pada Perkebunan Sawit. Kegiatan itu digelar oleh Institut Pertanian Bogor bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Selasa (9/7) bertempat di Hotel Mercure Pontinak, Kalimantan Barat

Kolase.id – Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, Institut Pertanian Bogor bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melakukan Sosialisasi Karbonisasi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Pemanfaatannya sebagai Soil Conditioner untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Kesuburan Tanah pada Perkebunan Sawit.

Agenda yang digelar pada Selasa 9 Juli 2024 di Hotel Mercure turut dihadiri oleh sejumlah stakeholder terkait.

Kepala Divisi Surfaktan Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi IPB University, Erliza Hambali mengatakan, saat ini ketersediaan pupuk di Indonesia sangat bergantung pada negara lain.

“Sumber Nitrogen kita banyak di Kalimantan dan Sumatera, tetapi fosfor kita sedikit. Kita juga tidak ada kalium sama sekali dan harus impor. Saat terjadi konflik Rusia & Ukraina kita juga ikut sulit, ketergantungan kita terhadap pupuk itu sangat tinggi. Maka dari itu kita harus menurunkan biaya pupuk tersebut. Biochar itu akan kita gunakan sehingga dapat mereduksi biaya perkebunan sebanyak 20%,” ujar Erliza Hambali

Penggunaan Biochar juga dapat meningkatkan efisiensi dan peningkatan mineral pada perkebunan kelapa sawit.

Berdasarkan hasil analisis budidaya perkebunan kelapa sawit, sekitar 80% biaya operasional adalah biaya pemupukan. Saat ini hampir 100% pupuk yang digunakan adalah pupuk kimia.

Menurutnya selain harga yang mahal dan terkadang ketersediaannya terbatas, pupuk kimia juga dapat mengganggu kesuburan tanah di lahan perkebunan kelapa sawit sehingga penggunaannya semestinya ditekan.

Oleh karena itu, Biochar menjadi salah satu inovasi yang dapat menurunkan biaya dalam perkebunan.

Merujuk data Areal perkebunan sawit pada tahun 2022 hampir seluas 15,38 juta Ha dengan produksi Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) mencapai 47 juta ton. Jika dianalisis data proyeksi pada tahun 2050 akan dihasilkan TKKS sekitar 103 juta ton.

Kendati demikian, saat ini pemanfaatan TKKS ini terbatas untuk kompos, mulsa dan pengerasan jalan-jalan di perkebunan sehingga sebagian besar hanya menjadi limbah yang ditimbun atau dibakar.

Hal Senada juga disampaikan oleh Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Denah Suswati.

Dirinya menilai bahwa Sosialisasi Karbonisasi TKKS sangat tepat dilakukan di Kalimantan Barat. Menurutnya kondisi tanah di Kalbar yang kurang subur diperlukan penggunaan pupuk yang lebih banyak.

“Sebenarnya sangat tepat kalau dilakukan di Kalimantan barat karena tanah disini sangat marginal tidak seperti di Jawa,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa para petani khususnya kelapa sawit membutuhkan jumlah pupuk yang lebih besar untuk menghasilkan produksi yang kurang lebih sama.

“Penggunaan arang tankos (tandan kosong) ini sangat membantu mengurangi penggunaan pupuk yang biasanya mahal dan kadang-kadang sulit tersedia di pasaran di Kalimantan Barat,” jelasnya.

Dalam analisis yang dilakukan PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA), penggunaan Biochar hasil dari karbonisasi TKKS sebagai Soil Conditioner ini dapat mengurangi penggunaan jumlah pupuk NPK sebesar 20%.

Penggunaan Biochar juga dapat meningkatkan efisiensi dan peningkatan mineral pada perkebunan kelapa sawit.

Satu di antara peserta, Juwitayandi selaku Ketua Harian Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) Kalbar menyambut baik kegiatan sosialisasi ini. Ia berharap edukasi ini dapat tersampaikan pada kelompok-kelompok tani di tingkat lokasi.

“Dengan adanya pemanfaatan janjang kosong ini mudah-mudahan bisa meringankan petani,” katanya

Oleh karena itu, pihaknya minta perhatian dari stakeholder untuk bagaimana memberikan edukasi yang lebih luas lagi. Bukan hanya kepada Asosiasi petani, tapi yang terpenting adalah kepada kelompok-kelompok tani yang berada di tingkat lokasi.

“Apakah dia koperasi atau Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) sehingga dia mampu memanfaatkan potensi yang ada di sekitarnya terutama tandan kosong,” ucapnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *