Kolase.id – Gubernur Sutarmidji kembali menyampaikan kegusarannya terhadap pejabat pemerintah pusat. Pasalnya, beberapa waktu belakangan ia menilai banyak pejabat pusat tidak menjalin komunikasi yang baik dengan Pemerintah Provinsi Kalbar.
“Pemerintah pusat harus memahami betul tugas gubernur sebagai wakil pemerintah pusat (GWPP) di daerah. Saya lihat kadang pejabat itu takut dengan anggota legislatif dari dapil kita dan dia hanya lapor kepada mereka sesuai mitra kerjanya,” kata Sutarmidji di Hotel Mahkota Singkawang, Kamis (16/3/2023).
Kehadiran gubernur di Kota Singkawang dalam rangka pertemuan Dekonsentrasi Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat (GWPP) di Daerah Tahun Anggaran 2023.
Menurut Sutarmidji, gubernur adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. “Biar Bapak Ibu tahu, ketika mereka berkunjung ke sini, itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Kalau ada apa-apanya kita juga yang repot. Tak diurus nanti dibilang kita yang tidak peduli,” ketusnya.
Makanya, sambung Sutarmidji, dirinya merasa heran ada pejabat pusat yang mengunjungi Kalbar tidak memberitahu atau melapor ke Pemprov Kalbar melainkan hanya pinjam VIP. “Kalau perlu jangan pinjamkan nanti,” tegasnya.
Sutarmidji berharap Kemendagri tak hanya melakukan sosialisasi fungsi dan kewenangan GWPP ini kepada pemerintah daerah saja, melainkan juga tak kalah pentingnya kepada seluruh kementerian.
“Kadang mereka tak mau koordinasi dengan kita, yang ada kita yang harus mendatangi mereka. Kalau tak becus, angkat kaki saja dari Kalbar,” pintanya.
Terkait dengan isu belakangan yang membahas tentang bencana yang melanda Kalbar, Sutarmidji menilai harus ada sinergitas yang baik antar semua stakeholder, tidak hanya saling mengambinghitamkan, namun harus mampu memberikan solusi yang bersifat konstruktif.
“Kalau bicara banjir, tak mungkin kalau tak ada kaitan dengan pemerintah pusat. Jalan ada jalan nasional, jalan provinsi, ada juga jalan yang kewenangannya berada di kab/kota. Ada drainase primer, sekunder dan tersier. Mereka tidak bisa mengambil kebijakan sesukanya. Mari bersinergi dan duduk bersama,” ucapnya.
Dia menyayangkan ada legislator yang meminta gubernur jangan campur urusan pusat di daerah. Padahal itu juga tanggung jawab gubernur berdasarkan aturan untuk mengingatkan kepada instansi vertikal (pusat) di daerah.
Sutarmidji mencontohkan saat mengusulkan pengerukan Daerah Aliran Sungai Kapuas. Langkah ini diakuinya tidak mudah. Namun hal itu harus disuarakan berdasarkan data dan fakta di lapangan di mana akibat pendangkalan yang terjadi di DAS Kapuas membuat air menjadi lama bertahan di daratan.
“Seperti banjir Kapuas, saya bilang itu tak pernah dikeruk, saya punya data. Ketika dikeruk terus, kedalaman muaranya 7 meter dalam kondisi surut. Sekarang tinggal 4,5 m. Panjang DAS Kapuas adalah 1.134 km, kelandaiannya hanya 38 m. Akibatnya air lambat sampai ke muara, pendangkalan cepat, juga karena hutan yang sudah semakin sedikit,” katanya.
Orang nomor wahid di Kalbar ini mengajak pemerintah kab/kota untuk lebih peka dan mengkaji karakteristik masing-masing wilayahnya. Daerah harus mengetahui mana yang berpotensi banjir, dan mana yang ketersediaan air bersihnya harus ditingkatkan.
“Untuk di sini, bukit sudah banyak dijadikan permukiman. Apabila sudah gundul, banjir akan melanda. Singkawang ini banyak cekungan. Coba hitung saja letak drainase Singkawang dari tepian laut, tetapi sayang tidak pernah ada kajian topografinya,” ucapnya.
Padahal menurut Sutarmidji di Kodam XII Tanjungpura itu ada ahli topografi. “Drainase primer hingga ke tersier harus konek. Ingat juga, untuk rumah tangga, tak banjir pun tiap hari ada produksi air limbah,” sebutnya.
Sutarmidji meminta pemerintah kabupaten/kota memikirkan sumber air bersih. Sebab jika hal itu tidak dilakukan, bisa terjadi krisis air bersih. Debitnya berapa di Singkawang? Cuma 300 liter per detik. Singkawang minimal harus 1.000 liter per detik. Sebagai perbandingan Kota Pontianak sekarang jumlah penduduknya 2,5 kali Singkawang, debit airnya sudah mencapai 2.500 liter per detik,” kuncinya.*