Potensi dan tantangan untuk energi berkelanjutan di Kalimantan Barat
Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Bengkayang, Kalimantan Barat, semakin mengemuka sebagai solusi untuk mencapai target karbon bersih pada 2060.
Dr. Dra. Netty Herawati, M.Si., selaku pendiri Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia menjelaskan, PLTN merupakan bagian dari upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta penting dalam mendukung transisi energi terbarukan.
“PLTN ini sangat strategis, tidak hanya untuk Kalimantan Barat, tetapi juga untuk Indonesia. Melalui PLTN, kita bisa mempercepat transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan,” ujar Netty dalam presentasi yang disampaikan di Bengkayang, Kamis (25/4).
Netty menambahkan bahwa Kalimantan Barat memiliki potensi besar dalam pengembangan PLTN, terutama karena kondisi geografi yang relatif aman dari ancaman bencana alam seperti gempa dan tsunami. Data dari pemerintah menunjukkan bahwa ada 29 titik di seluruh Indonesia yang dinilai aman untuk pembangunan PLTN, dengan beberapa titik di antaranya berada di Kalimantan Barat, seperti di Sukadanang, Bengkayang, dan Sambas.
PLTN dikenal sebagai sumber energi dengan emisi karbon yang rendah, efisien, dan stabil. Netty menjelaskan bahwa PLTN bisa menyediakan daya yang konsisten dan terus-menerus, berbeda dengan sumber energi lain yang tergantung pada cuaca atau faktor eksternal lainnya. Selain itu, pengoperasian PLTN dapat mengurangi ketergantungan Indonesia pada bahan bakar fosil yang semakin menipis.
“PLTN bukan hanya pilihan teknologi masa depan, tetapi juga solusi untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dan minyak bumi yang berdampak buruk bagi lingkungan. Sebagai contoh, satu gram uranium dapat menghasilkan energi setara dengan 3 ton batu bara,” ungkap Netty.
Netty juga menjelaskan bahwa pembangunan PLTN dapat membawa dampak positif bagi ekonomi lokal, melalui penciptaan lapangan kerja, serta mengurangi emisi karbon yang menjadi tantangan global saat ini.
Meski menawarkan banyak keunggulan, pembangunan PLTN juga menghadapi berbagai tantangan. Netty mengungkapkan bahwa persoalan komunikasi dan kebijakan menjadi faktor kunci dalam penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN. Seiring dengan informasi yang masih terbatas di masyarakat, banyak pihak yang khawatir tentang potensi risiko lingkungan dan keselamatan yang terkait dengan pengoperasian reaktor nuklir.
“Saat ini, banyak masyarakat yang masih belum mendapat informasi yang cukup mengenai PLTN. Ini menjadi tantangan besar, karena transparansi informasi sangat penting untuk membangun kepercayaan publik,” lanjutnya.
Selain itu, isu lingkungan juga menjadi perhatian utama, terutama terkait dengan pengelolaan limbah radioaktif. Netty menyebutkan bahwa pengelolaan limbah radioaktif jangka panjang masih menjadi tantangan besar, meskipun banyak negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah mengembangkan teknologi dan prosedur yang ketat untuk mengelola limbah tersebut.
“Salah satu risiko besar yang harus kita waspadai adalah bencana alam seperti banjir atau longsor, yang dapat membahayakan fasilitas PLTN. Kami perlu memastikan bahwa infrastruktur yang dibangun benar-benar tahan terhadap segala potensi bencana,” tegas Netty.
Diskusi mengenai pembangunan PLTN tidak lepas dari pandangan pro dan kontra di masyarakat. Netty menekankan pentingnya mendengarkan berbagai perspektif dalam proses perencanaan dan pembangunan PLTN, agar kebijakan yang diambil dapat menguntungkan semua pihak.
“Setiap kebijakan harus berbasis pada bukti dan riset yang matang. Kami, para akademisi, hanya ingin memberikan pandangan objektif berdasarkan fakta yang ada. Pembangunan PLTN harus dipastikan memberikan manfaat nyata, bukan hanya untuk kesejahteraan daerah, tetapi juga bagi generasi mendatang,” tutupnya.
Dalam perjalanan menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, PLTN menjadi salah satu solusi yang layak dipertimbangkan oleh Kalimantan Barat dan Indonesia. Namun, kesuksesan proyek ini sangat bergantung pada komunikasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya untuk memastikan penerimaan yang luas dan pengelolaan yang bertanggung jawab.