Kolase.id – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kalimantan Barat akan segera dihelat pada 27 November 2024 mendatang. Pilkada untuk pemilihan Gubernur – Wakil Gubernur Kalimantan Barat akan berbarengan pula dengan perhelatan di tingkat kabupaten dan kota untuk memilih bupati dan wali kota beserta pasangannya.
Walhi Kalimantan Barat meminta para kontestan pilkada yang kelak akan terpilih sebagai kepala daerah di Kalbar untuk menaruh perhatian serius pada agenda penyelamatan lingkungan hidup. Bahkan, gagasan ini wajib dituangkan dengan tegas dalam visi-misinya.
Salah satu ancaman bagi keselamatan lingkungan hidup dan rakyat Kalbar adalah rencana pendirian tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang menjadikan wilayah Sungai Raya Kepulauan di Kabupaten Bengkayang sebagai target lokasi tapak pendirian reaktor nuklir berbahan bakar uranium tersebut.
Walhi Kalbar menilai risiko kecelakaan akibat gagal teknologi, human error, bisa berdampak pada bencana geologis maupun bencana ekologis dan lainnya bila kelak beroperasi. Bahkan akan menjadi ancaman yang sangat serius bagi keselamatan rakyat, lingkungan hidup, dan kesehatan.
Walhi Kalbar menilai, rencana pendirian PLTN tidak dapat dianggap main-main dan karenanya perlu dijauhkan dari Kalbar khususnya dan Indonesia pada umumnya. Terlebih negeri kita masih menempati ‘rekor kecelakaan hebat’; kereta api, mobil, sepeda motor, pesawat udara dan lainnya selama ini justru berhubungan dengan pengoperasian produk teknologi yang jauh lebih sederhana dari pada PLTN.
“Menyadari potensi dampaknya yang sangat berbahaya tersebut dengan berkaca pada kecelakaan reaktor PLTN pada sejumlah negara seperti di Ukraina, Jepang, Uni Soviet, Amerika Serikat dan lainnya, juga begitu masih semrawutnya perilaku berlalu lintas di jalan raya, maka kami meminta para calon kepala daerah agar memikirkan lebih jauh keselamatan rakyat dan ruang hidupnya dengan tidak ikut-ikutan memberi dukungan pada rencana pendirian PLTN,” tegas Hendrikus Adam, Direktur Walhi Kalbar.
Lebih lanjut menurut Hendrikus Adam, kecelakaan PLTN Chernobyl di Ukraina telah menimbulkan dampak yang jauh lebih dasyat dari yang diperkirakan semula. Hal ini berdasarkan kajian saat 20 tahun peristiwa mengerikan tersebut oleh Anders Pape Moller dan Timothy A. Mousseau dari Universite Pierre et Marie Curie, Perancis. Terlebih wilayah Kalimantan Barat termasuk di daerah Bengkayang juga rawan terjadi bencana geologis yang dalam beberapa tahun terakhir kerap terjadi diberbagai wilayah kabupaten/kota.
Hendrikus Adam menilai bahwa PLTN merupakan solusi palsu pemerataan energi yang berkeadilan untuk rakyat. Narasi untuk kepentingan dan pemerataan listrik bagi rakyat hanyalah pemanis yang sengaja dihembuskan para promotor PLTN saja untuk menarik hati warga memberi persetujuan. Sebaliknya, pendirian PLTN lebih ditujukan untuk menopang kepentingan bisnis dan segelintir pihak.
“Tentu tidak benar bahwa PLTN dibangun untuk pemerataan energi listrik yang berkeadilan bagi rakyat di berbagai penjuru wilayah Kalbar, termasuk yang ada di perkampungan. Jelas ini solusi palsu. Sebab bila hendak memberikan pemerataan akses energi listrik bagi rakyat, yang dilakukan mestinya optimalisasi pemanfaatan potensi sumber energi terbarukan yang ada saat ini yang belum tergarap optimal,” ungkap Hendrikus Adam.
Pernyataan yang disampaian Hendrikus Adam senada dengan apa yang pernah disampaikan pakar nuklir Dr. Iwan Kurniawan dalam sebuah diskusi ‘PLTN, Mitos dan Realitas’ bahwa PLTN bagi Indonesia masih berat. Tidak ada teknologi yang 100 persen sempurna terhadap radiasi. PLTN sangat berbahaya dan teknologi ini tidak mungkin dianggap main-main. PLTN bukan alih teknologi, namun berorientasi proyek. Pernyataan ini menekankan kuatnya kepentingan bisnis ketimbang untuk kemaslahatan rakyat.
Potensi energi terbarukan ibaratkan makanan yang masih tersedia dengan kondisinya yang baik dan sehat untuk tubuh. Sebaliknya, energi baru berupa tenaga nuklir selain bahan bakunya terbatas dan bisa habis, juga berbahaya dan tidak sebaik energi terbarukan. “Bila sumber bahan makanan yang baik dan sehat masih tersedia dan belum teroptimalkan, mengapa harus memilih dan memaksakan mengonsumsi yang berbahaya dan memiliki risiko. Tentu saja ini hanya analogi semata, agar kita dimudahkan memahami konteksnya,” sebut Hendrikus Adam.
Walhi Kalbar menilai bahwa PLTN menebar risiko musibah di sepanjang daur bahan bakarnya, mulai dari penambangan bijihnya, pengolahannya untuk mengekstraksi uraniumnya, pengayaannya, fabrikasinya menjadi elemen bahan bakar nuklir, pembelahannya di dalam teras reaktor, sampai decommissioning PLTN tua dan pengolahan limbahnya dalam waktu yang sangat lama. Pengelolaannya bukan saja sulit, tetapi juga sangat mahal dan rawan musibah. Selain itu dengan pendirian PLTN juga akan melahirkan ketergantungan pada pihak asing, baik bahan baku, sumber daya manusia maupun teknologi.
Melalui momentum menjelang Pilkada saat ini, menurut Hendrikus Adam pihaknya ingin mengajak para calon kepala daerah (Cakada) ikut menyerukan agar rencana pendirian PLTN di Kalimantan Barat, Indonesia dihentikan. Serta meminta pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah, aman, dan berkelanjutan.
“Menjelang Pilkada yang akan dihelat pada 27 November 2024 mendatang, kami mengajak dan menyerukan agar para kontestan Pilkada memiliki komitmen untuk memastikan keselamatan rakyat dan lingkungan hidup dengan bersama menolak (rencana) pendirian PLTN di Kalimantan Barat, Indonesia dengan meminta pemerintah mengoptimalkan energi terbarukan” harap Hendrikus Adam.*