Teraju Indonesia Kecam Tindakan Represif Aparat Kepolisian di Desa Bangkal

Sikap PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I yang tidak tunduk pada sebuah proses persetujuan memicu amarah masyarakat adat

Avatar
Suasana menegangkan di perkebunan sawit milik PT. HMBP 1 Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalteng. Foto: Dok. Kolase.id

Kolase.id – Tindakan represif yang dilakukan aparat Polres Seruyan dan Polda Kalteng terhadap masyarakat adat Bangkal menuai kecaman berbagai pihak. Polisi dinilai terlalu sembrono menggunakan senjata api menghadapi aksi masyarakat adat yang bersengketa dengan perusahaan perkebunan sawit.

Hal itu disampaikan Direktur Lembaga Teraju Indonesia Agus Sutomo menyikapi penanganan konflik yang terjadi di Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, Sabtu (7/10/2023).

Sebagai akibat dari penanganan represif aparat kepolisian, seorang warga dilaporkan meninggal dunia dan dua lainnya terluka tembak. “Polisi juga menangkapi puluhan masyarakat,” kata Agus Sutomo di Pontianak.

Padahal, aksi masyarakat adat itu hanya menuntut perusahaan sawit PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) I mengembalikan lahan plasma mereka. HMBP I adalah entitas bisnis Best Agro International Group.

“Pihak kepolisian sudah tahu konflik antara masyarakat adat dan perusahaan adalah akumulasi sikap perusahaan yang tidak tunduk pada sebuah proses persetujuan masyarakat. Polisi juga tahu masyarakat di Desa Bangkal mayoritas masyarakat adat Dayak Temuan dan Kuhin,” kata Agus Sutomo.

Akan tetapi, sambungnya, pihak kepolisian seperti lebih berpihak ke perusahaan, bukan menjadi pihak netral dalam melakukan pengamanan. Pihak kepolisian diduga melanggar hak asasi manusia serta peraturan kepolisian terutama yang terkait prosedur penembakan, penanganan konflik sosial, dan pedoman penanganan unjuk rasa.

Menyikapi tindakan represif aparat kepolisian yang dilakukan terhadap masyarakat adat, Lembaga Teraju Indonesia menyatakan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Mengecam keras tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam melakukan pengamanan dan penanganan konflik sosial dan unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat adat di Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah dengan penembakan dan penangkapan;
  2. Mengecam keras atas tindakan aparat kepolisian yang melakukan blokade atau pemblokiran akses keluar masuk kampung dan Desa Bangkal karena hal itu telah melanggar konstitusi dan hak asasi manusia terutama hak dasar masyarakat adat atas akses ekonomi, sosial, politik, dan budaya;
  3. Mendesak agar pihak kepolisian segera membebaskan sejumlah masyarakat adat yang ditangkap ketika berunjuk rasa memprotes pihak perusahaan;
  4. Mendesak pihak kepolisian untuk segera memberikan keadilan dan memenuhi hak-hak hukum masyarakat adat di Desa Bangkalan, baik yang tertembak dan juga yang telah ditahan;
  5. Mendesak Kepolisian Republik Indonesia segera memerintahkan penarikan pasukan pengamanan pihak perusahaan dan mengedepankan upaya dialog bersama semua pemangku kepentingan di Desa Bangkal;
  6. Mendesak Kepolisian Republik Indonesia agar segera melakukan penyidikan terhadap pelaku penembakan di Desa Bangkal serta menonaktifkan Kapolres Seruyan dan Kapolda Kalteng sebagai pertanggungjawaban komando wilayah (command responsibility) yang menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia;
  7. Mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM) untuk membentuk Tim Pencari Fakta Independen agar melakukan penyelidikan atas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Desa Bangkal Seruyan, sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai bahan proses yudisial sebagai bentuk upaya selanjutnya;
  8. Mendesak agar dilakukan uji balistik oleh pihak independen agar peristiwa penembakan terhadap Komunitas Masyarakat Adat Desa Bangkal dapat dijelaskan secara objektif.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *