Kolase.id – Sebagai negara yang diberkahi sumber daya alam yang melimpah, Indonesia tengah bergulat dengan isu lingkungan yang mendesak: masalah sampah yang terus berkembang. Sekelompok individu yang berdedikasi, yang dipimpin oleh Srikandi Konservasi, berada di garis depan perjuangan untuk mengatasi krisis ini.
Srikandi Konservasi, kolektif aktivis lingkungan, telah bekerja tanpa lelah untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Mereka telah menyoroti statistik yang mengkhawatirkan bahwa meskipun kurang dari 1% populasi menerima pendidikan formal tentang pengelolaan sampah, 100% populasi menghasilkan sampah.
Salah satu tantangan utama di Indonesia adalah kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah yang komprehensif. Meskipun ada kemajuan terkini dalam undang-undang pengelolaan sampah, implementasinya tetap menjadi rintangan yang signifikan.
Srikandi Konservasi menekankan perlunya pendekatan holistik yang tidak hanya melibatkan solusi teknologi tetapi juga perubahan perilaku dan kerangka kelembagaan yang kuat.
Kelompok ini telah secara aktif terlibat dengan masyarakat, khususnya kaum muda, untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab lingkungan. Dengan mendidik generasi berikutnya, mereka berharap dapat menginspirasi gelombang baru penjaga lingkungan.
Seperti diungkapkan Aktivis Sri Bebassari, Indonesia Solid Waste Association (InSWA) yang menceritakan bagaimana upaya dan gerakan panjang dan masif yang dilakukan guna mendorong adanya produk hukum yang mengatur mengenai sampah, seperti UU Sampah. Produk hukum yang kemudian akan menjadi ‘alat’ guna mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat.
“Indonesia lambat dalam memproduksi payung hukum mengatur bagaimana tata kelola sampah yang seharusnya dilakukan oleh semua sektor, seperti halnya Jepang yang memiliki undang-undang sampah dan melibatkan hampir 18 kementerian. Ini mengartikan jika sampah atau permasalahan lingkungan ialah masalah bersama yang harus melibatkan banyak sektor,” ungkapnya, Sabtu (23/11/2024).
InSWA sendiri memulai gerakan dengan berbagai keterlibatan partisipasi masyarakat dan pengembangan jaringan. Sri Bebassari mengungkapkan setidaknya ada lima hal yang diperlukan dalam upaya konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati termasuk dalam penanggulangan permasalahan sampah.
“Selain butuh payung hukum, juga butuh kelembagaan, teknologi, dana/anggaran dan penciptaan sosial dan budaya,” ujarnya.
Talkshow Srikandi Konservasi yang berlangsung pada gelaran Green Press Community (GPC) Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) mengungkapkan pentingnya perempuan dan kontribusinya dalam upaya pelestarian lingkungan, konservasi keanekaragaman hayati.
Empat narasumber inspiratif, masing-masing dengan latar belakang dan fokus yang berbeda, berbagi kisah perjalanan mereka. Mulai dari Herlina Hartanto dari YKAN yang mendalami konservasi alam, Noviar Andayani dari WCS yang berkonsentrasi pada satwa liar, Sri Bebassari dari InSWA yang gigih memperjuangkan regulasi pengelolaan sampah, hingga Rubama dari HAKA yang fokus pada pelestarian hutan di Aceh.
Kisah-kisah mereka membuktikan bahwa perempuan tidak hanya menjadi objek dampak lingkungan, tetapi juga subjek yang aktif dalam mencari solusi dan memimpin gerakan lingkungan.
Para Srikandi Konservasi bercerita bagaimana awal ketertarikan mereka pada isu perempuan hingga akhirnya menjadi tim leader untuk gerakan-gerakan perlindungan tersebut.*