Sidang Perdagangan Sisik Trenggiling di Sanggau: Saksi Perkuat Dugaan Keterlibatan Tersangka DL

Ada lima karung berwarna putih berisi sisik trenggiling di kediaman DL

Sidang kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling di Pengadilan Negeri Sanggau, Kamis (17/7/2025). Foto: Rizki Fadriani/Kolase.id

Kolase.id – Suasana ruang sidang dua di Pengadilan Negeri Sanggau tampak hening. Agenda sidang ke sembilan dalam kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling yang terjadi di Desa Teraju, Kecamatan Toba, Sanggau, kembali digelar, Kamis (17/7/2025).

Pada sidang yang dipimpin Erslan Abdillah (hakim ketua), Muhammad Nur Hafizh dan Dandi Narendra Putra (hakim anggota) kali ini, pengadilan menghadirkan saksi kunci serta ahli digital forensik untuk memperkuat dugaan keterlibatan tersangka DL dalam jaringan perdagangan satwa liar dilindungi.

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan adalah Ufi, perwakilan dari sebuah komunitas konservasi satwa dan tumbuhan. Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum, Ufi mengungkap kronologi awal mula terbongkarnya kasus ini.

“Awalnya kami menerima aduan melalui call center mengenai aktivitas mencurigakan yang diduga merupakan perdagangan sisik trenggiling,” ujar Ufi.

Ia menjelaskan bahwa informasi tersebut langsung ditindaklanjuti oleh timnya dengan berkoordinasi bersama pihak Polres Sanggau. Tak butuh waktu lama, penyelidikan pun dilakukan.

Saat penggerebekan di kediaman DL, Ufi mengaku melihat lima karung berwarna putih yang mencurigakan. Setelah diperiksa, karung-karung tersebut ternyata berisi sisik trenggiling yang diduga beratnya mencapai lebih dari 100 kilogram. “Dalam karung-karung tersebut ternyata benar adalah sisik trenggiling,” tambahnya.

Jaksa Penuntut Umum kemudian menunjukkan foto-foto tempat kejadian perkara yang memperkuat kesaksian Ufi.

Dalam gambar tersebut tampak tumpukan karung putih berisi sisik trenggiling, barang yang dilarang diperdagangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Kasus ini menjadi sorotan karena tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum, tetapi sudah menyentuh isu penting mengenai perlindungan satwa langka yang semakin terancam punah. Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang paling sering diperjualbelikan secara ilegal di dunia, dan keberadaannya kini semakin kritis.

Publik dan pegiat konservasi berharap proses hukum dapat menjadi efek jera bagi pelaku perdagangan satwa liar, serta memperkuat komitmen penegakan hukum terhadap perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.*

Exit mobile version