“Sabda Puan untuk Keadilan” di Rumah Gerakan Gemawan

Di Pontianak, jarang ada ruang-ruang untuk seni rupa, maka momentum ini menjadi kesempatan menumbuhkan ruang bagi perupa, termasuk menyuarakan keadilan gender.

Avatar
Diskusi antarkomunitas dan perupa di momentum peringatan Hari Perempuan Sedunia di Rumah Gerakan Gemawan. Foto: Dok Panitia/Ilham Pratama

Kolase.id – Berbagai cara dilakukan orang di Hari Perempuan Sedunia yang diperingati pada tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Di Pontianak, Kalimantan Barat, sekumpulan anak muda dari berbagai komunitas turut memperingati momentum ini di Rumah Gerakan Gemawan, Minggu (19/3/2023).

Mereka menggelar Pameran Seni dan Diskusi bertajuk “Sabda Puan untuk Keadilan”. Lembaga Gemawan berkolaborasi bersama para pegiat seni di Pontanak seperti FAMM Indonesia, Lingkar Belajar, Kolektif Emehdeyeh, dan Gurl Poke.

Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day adalah peringatan global untuk merayakan pencapaian-pencapaian di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Tujuannya untuk mengurangi kesenjangan gender, memperjuangkan hak perempuan dan mewujudkan perdamaian dunia.

Aksi ini turut dilakukan di berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai bentuk yang bertujuan untuk memberikan ruang, menyatukan kekuatan, dan saling mendukung aksi dan gerakan perempuan.

“Berangkat dari kurangnya ruang bagi para pegiat seni terutama perempuan maka penyelenggaraan pameran seni dan diskusi hadir untuk memberikan ruang terutama bagi pegiat seni perempuan,” papar Sri Haryanti, penyelenggara acara.

“Pameran dan diskusi dipersembahkan sebagai bentuk apresiasi dan ruang ekspresi bagi pegiat seni perempuan, serta mendorong untuk adanya ruang kreasi di Kalimantan Barat.” Tambahnya.

Pameran karya seni utama Katerin Manurung serta seniman lainnya akan berlangsung hingga Sabtu, 25 Maret 2023 gratis di Rumah Gerakan Gemawan yang beralamat di Jalan Ujung Pandang 1 No. 89 Pontianak.

“Selain pameran kita juga mengadakan diskusi seni dengan seniman dan orang muda sebagai upaya advokasi untuk mendorong terciptanya ruang-ruang kreasi di Kalimantan Barat,” tutup Anti.

Hal ini sejalan dengan pemahaman bahwa berbicara tentang seni berarti membicarakan individual yang tak terbatas, terutama gender. Setiap individu yang mempunyai pikiran, inovasi, dan keinginan dalam berkreasi maka ia dapat dikatakan seniman. Sayangnya, masih terjadi ketimpangan gender pada data seniman perempuan dan seniman laki-laki.

Direktur Gemawan Laili Khainur dalam pengantar kegiatan menyampaikan bahwa kesempatan ini merupakan wadah untuk menyuarakan suara-suara yang belum terdengar.

“Dalam konteks ini memang menjadi fokus Lembaga Gemawan untuk terus memperjuangkan dan tidak hanya perupa perempuan, tetapi seniman lelaki juga, sehingga perjuangan menjadi milik bersama,” ucapnya.

Selain itu, sambungnya, Laili berharap media turut mengambil peran dalam menggaungkan gerakan-gerakan dalam menyuarakan isu perempuan.

Pembukaan diisi dengan penampilan grup musik Ikan Mas dan Sape oleh Ayuan Prawida mengiri live painting Katerin Manurung atau akrab disapa Kay.

“Sebagai seniman perempuan di Pontianak, aku merasa senang diberikan ruang untuk berbagi dengan seniman lainnya,” ungkap Kay.

Ruang ini pun dimanfaatkan untuk saling belajar dan saling menguatkan satu sama lain. Bahwa semua hal yang kita punya termasuk hobi bisa kita maksimalkan.

“Terima kasih kepada Gemawan karena telah memberikan ruang untuk berkarya, sharing karya, termasuk diskusi bersama. Sehingga bisa menjadi ajang untuk saling support terutama sesama perempuan,” tambah Kay.

Kay berharap ruang seni terutama untuk perempuan akan terus tumbuh dan tidak terbatas hanya di moment tertentu. “Untuk perempuan muda terutama aku sendiri agar bisa fokus dan konsisten. Konsistensi itu membuat kita menjadi lebih baik, seperti halnya aku belajar melukis,” ucapnya.

Di Pontianak, kata Kay, jarang ada ruang-ruang bagi seni rupa, maka momentum ini menjadi kesempatan untuk terus menumbuhkan ruang bagi perupa. Termasuk menyuarakan keadilan gender.

“Ke depan kita bisa bersama-sama mengadvokasi agar pemerintah memperhatikan dan memberi ruang bagi seniman di Pontianak. Berjuang itu perlu konsisten. Seni itu menghidupkan jiwa-jiwa yang sedang tidur,” kunci Kay.*

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *