Kolase.id – Partai Hijau Indonesia (PHI) menilai teror yang dialami para aktivis yang tengah mengingatkan kerusakan alam dan krisis iklim adalah pembunuhan masa depan bumi. Hal ini disampaikan terkait intimidasi dan kekerasan yang dialami aktivis Greenpeace Indonesia di Probolinggo, Jawa Timur.
Selain itu, PHI juga mencatat praktik teror lain seperti upaya peretasan, pengintaian, interogasi, hingga ancaman-ancaman yang dialami oleh sejumlah aktivis yang tengah berupaya menyuarakan aspirasinya bersamaan dengan KTT G20 di Bali.
Presidium Nasional PHI Kristina Viri menilai seluruh praktik teror ini telah mengkhianati konstitusi.
“Seharusnya, pemerintah melindungi hak warga untuk berkumpul serta berpartisipasi baik dalam pemenuhan hak-hak dasar maupun mewujudkan kontrol atas negara termasuk dengan berserikat, berkumpul, dan berpendapat secara damai,” katanya melalui siaran pers, Selasa (8/11/2022).
Viri juga mengutip Pasal 28 E ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara bertanggung jawab menghormati, melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara termasuk hak berserikat, berkumpul, dan berpendapat secara damai.
Selain Viri, Presidium Nasional PHI Roy Murtadho juga mengingatkan bahwa perlindungan terhadap praktik demonstrasi atau bahkan protes damai terhadap KTT G20 justru menunjukkan kemuliaan sebuah negara demokratis.
“Protes-protes damai itu seharusnya dilindungi dan difasilitasi karena itulah bukti negara demokratis yang sesungguhnya,” katanya.
Roy meminta para pejuang iklim untuk tidak menyerah dan terus menyuarakan keadilan iklim.
“Kita tidak boleh berhenti sebab KTT G20 merupakan momentum yang tepat untuk mengingatkan para pemimpin dunia mengenai masa depan bumi, terutama makhluk hidup di dalamnya yang semakin suram,” ucap Roy.
Meneror kampanye krisis iklim, kata Roy, adalah pembunuhan pada kehidupan di masa depan. Sebaliknya, memperjuangkan pulihnya iklim berarti menyelamatkan kehidupan kita semua.*