Kolase.id – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalbar terus bergulir di DPRD Kalbar. Bahkan, pembahasan dokumen penting yang menyangkut ruang hidup masyarakat banyak ini, terkesan seperti disenyapkan.
“Sejak terbentuknya Panitia Khusus (Pansus) RTRWP Kalbar pada 16 Agustus 2024 hingga pembahasannya saat ini, prosesnya tidak melibatkan publik. Bahkan draft Raperda dan draft Naskah Akademik yang ada pun hanya beredar melalui aplikasi WhatsApp. Ini tak lazim dan Mendagri harus tahu,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalbar Hendrikus Adam di Pontianak, Senin (9/9/2024).
Padahal, kata Hendrikus Adam, Raperda RTRW inisiatif eksekutif yang kini dipersiapkan melalui lembaga legislatif tersebut akan berlaku hingga 20 tahun mendatang. Artinya menyangkut kepentingan jangka panjang masyarakat luas yang terkait dengan pengaturan struktur dan pola ruang.
“Mendagri mesti tahu situasi ini. Kami tidak melihat adanya partisipasi publik sebagaimana diamanahkan dalam UU No 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang dan PP 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang dalam proses penyusunan Raperda RTRW Kalbar yang saat ini sedang berproses dan kabarnya akan disahkan segera. Bahkan ada kesan prosesnya pun sedang dikebut untuk diselesaikan secepatnya. Saking segeranya, hari libur pun (Minggu) tetap dibahas,” ungkap Hendrikus Adam.
Lebih lanjut Hendrikus Adam menyampaikan bahwa pihaknya tidak ingin hanya karena menjelang pergantian anggota DPRD Kalbar yang baru dan menjelang Pilkada 2024 misalnya, malah dijadikan alasan untuk mempercepat pembahasan Raperda, sementara dari sisi isi malah menyisakan sejumlah masalah. Karenanya, jika benar akan disahkan dalam waktu dekat tanpa pelibatan publik, maka kami minta agar ditunda saja.
“Pergantian anggota legislatif dan menjelang Pilkada diharapkan tidak dijadikan alasan dikebutnya pembahasan hingga pengesahan Raperda RTRW menjadi Perda. Sementara partisipasi publik dan isi yang masih bermasalah justru diabaikan. Kami minta Pansus dan Pemerintah untuk menunda pengesahan. Sebab hal ini juga dengan sendirinya akan menciderai legislatif dan eksekutif,” tegas Hendrikus Adam.
Pembahasan regulasi yang diniatkan untuk kemaslahatan masyarakat luas di Kalimantan Barat menurut Hendrikus Adam, mestinya tidak tergesa-gesa. Karena berpotensi melukai hati rakyat yang juga konstituen para anggota DPRD Kalbar.
“Mesti diingat bahwa produk kebijakan yang dibuat akan menjadi legacy (warisan). Jika regulasi yang diterbitkan baik, maka citra legislatif akan baik di mata publik. Tetapi jika tidak baik, maka image para wakil rakyat di DPRD Kalbar juga akan buruk dan ini akan menjadi ingatan dan dicatat publik,” terang Adam.
Dari sisi isi terdapat sejumlah pasal-pasal yang dinilai bermasalah dan berpotensi menjadikan Raperda tersebut kontraproduktif dalam perjalanannya jika disahkan tanpa mengakomodir partisipasi publik.
Hal dimaksud terkait isu-isu krusial mengenai kepentingan keberlanjutan ruang hidup, keberadaan masyarakat adat/komunitas lokal dan sumber-sumber penghidupan rakyat Kalimantan Barat.*