Kolase.id – Novelis Kalimantan Barat Abroorza Ahmad Yusra siap tampil sebagai pembicara di ajang Kongres Kebudayaan Indonesia 2023. Agenda yang mengusung tema “Merawat Maestro untuk Regenerasi Kebudayaan” ini akan digelar di Plaza Insan Berprestasi, Kantor Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Jakarta, pada 24 Oktober 2023.
Selain dirinya, turut hadir legenda perfilman Indonesia Butet Kartaredjasa dan sosok-sosok lain yang bergerak di bidang seni budaya sebagai pembicara. Mereka adalah Melati Suryodarmo (seniman), Lono Simatupang (antropolog UGM), Felencia Hutabarat (Dewan Kesenian Jakarta), Ninie Susanti (Perkumpulan Ahli Epigrafi Indonesia), dan Sukardi Rinakit (Staf Khusus Presiden).
Kongres Kebudayaan Indonesia merupakan even nasional yang berlangsung setiap lima tahun. Pada tahun 2023, KKI dilaksanakan pada 20-29 Oktober di 40 titik di Kota Jakarta. Satu di antara agenda KKI adalah Dialog “Merawat Maestro untuk Regenerasi Kebudayaan”.
Lewat agenda ini, Abroorza Ahmad Yusra serta budayawan lainnya berkesempatan menyampaikan persepsi dan pandangan mereka terhadap pentingnya upaya segera mungkin pendokumentasian maestro seni di seluruh daerah di Indonesia.
Rojay, sapaan akrab Abroorza Ahmad Yusra memaparkan bahwa upaya pendokumentasian maestro merupakan pekerjaan yang berkejaran dengan waktu.
“Sebagian besar maestro seni dan budaya sudah uzur, dan jika tidak dilakukan segera pendokumentasian terhadap karya-karya mereka, maka kita akan kehilangan kekayaan-kekayaan intelektual, warisan budaya, jika pada nantinya mereka ‘berpulang’,” ujar pegiat sinematografi dan aktivis lingkungan ini.
Di Kalimantan Barat sendiri, kata Rojay, banyak maestro seni yang telah meninggal, dan karya-karya mereka tidak sempat terdokumentasikan.
“Tentu ini kesempatan yang baik bagi kita untuk mendorong adanya upaya dan komitmen bersama dalam mendokumentasikan kearifan lokal para maestro di berbagai daerah. Entah lewat buku, film, atau rekaman suara,” ujar penulis novel Danum sekaligus penerima program Dana Indonesiana 2022 kategori Dokumentasi Maestro tersebut.
Apapun medianya, sambung Rojay, hal terpenting adalah para maestro itu memang pantas untuk diapresiasi dan dihormati.
Agenda Dialog “Merawat Maestro untuk Regenerasi Kebudayaan” bertolak pada prinsip bahwa para maestro merupakan pilar penting dalam ekosistem kebudayaan. Mereka adalah sumber ilmu, inspirasi, dan kebijaksanaan yang mewakili keberagaman dan kekayaan kebudayaan Indonesia.
Namun, dalam masyarakat yang semakin modern dan dinamis, peran dan kontribusi mereka seringkali terabaikan atau tidak diakui sepenuhnya. Dengan demikian, perawatan maestro bukan hanya berkaitan dengan penghormatan dan pengakuan tetapi juga cara masyarakat dan negara memfasilitasi mereka untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai budaya mereka kepada generasi muda.
Diharapkan, dengan agenda ini, tercipta platform, program, dan kebijakan yang dirancang khusus untuk memastikan bahwa pengetahuan dan keterampilan ini tidak hilang seiring berjalannya waktu, tetapi dipelihara, diperkaya, dan diteruskan.
Dalam konteks ini, dialog mengenai “Merawat Maestro untuk Regenerasi Kebudayaan” mencoba merumuskan tiga tujuan penting, yakni menyoroti peran dan kontribusi maestro dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan tradisional, mengidentifikasi tantangan dan peluang dalam merawat maestro dan memfasilitasi transfer pengetahuan dan keterampilan mereka, serta merumuskan rekomendasi untuk kebijakan dan praktik terbaik dalam mendukung maestro dan regenerasi kebudayaan.
Untuk mencapai hasil yang optimal, kata Rojay, berbagai pihak yang mewakili pemerintah dan regulator, maestro dan pelaku seni-budaya, akademisi dan peneliti, organisasi dan komunitas kebudayaan, serta publik dan media, diundang menjadi peserta.*