Ngobrol Santai Balai KSDA Kalbar Ajak Parapihak Lindungi Satwa Liar

Kita berusaha mengklarifikasi dan mengartikulasi ajaran etika dan nilai-nilai Islam yang esensial, sehingga dapat memotivasi untuk berkomitmen pada perubahan perilaku yang diperlukan dan sesuai dengan tradisi kenabian

Penandatanganan komitmen parapihak terkait perlindungan satwa liar. Foto: Rizal Daeng/Kolase.id

Kolase.id – Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat (BKSDA Kalbar) menggelar NgoSan (Ngobrol Santai) di Hotel Mercure Pontianak, Selasa (29/10/2024). Titik fokus obrolan pada penguatan multipihak dalam perlindungan dan peredaran satwa liar melalui jasa ekspedisi dan komunitas penggiat burung kicau Kalimantan Barat.

Pelibatan parapihak dalam agenda NgoSan ini sebagai upaya menjaga keberlanjutan dan kelestarian populasi satwa liar di alam, serta meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pelestarian satwa.

Kepala Balai KSDA Kalbar RM Wiwied Widodo mengatakan NgoSan ini diharapkan menjadi langkah konkret untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, pemuka agama, jasa ekspedisi, komunitas pecinta burung, dan masyarakat dalam melestarikan satwa liar, khususnya burung berkicau yang menjadi bagian penting dari kekayaan hayati Indonesia.

Beberapa ketentuan internasional terkait perlindungan dan perdagangan spesies telah diatur dalam beberapa konvensi seperti Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) tahun 1973 dan dalam daftar merah spesies yang terancam punah (Red List of Threatened Species) IUCN.

Kedua ketentuan internasional tersebut, satwa liar dikategorikan ke dalam beberap jenis, dari yang tertinggi atau terancam punah hingga kategori yang dipantau populasinya. Indonesia adalah salah satu negara yang menandatangani Konvensi CITES.

Pada tingkat nasional, perlindungan dan pengelolaan kawasan konservasi serta perlindungan dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya beserta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang memuat lampiran daftar jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi di Indonesia.

Pemanfaatannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun1999 tentang  Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang mengatur tata cara memanfaatkan jenis yang dilindungi untuk beberapa kegiatan tertentu dengan kondisi dan persyaratan yang diizinkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Di Kalimantan Barat, terdapat kasus peredaran satwa liar yang terjadi di Kabupaten Ketapang pada April 2024 diketahui adanya perdagangan satwa liar sebanyak 566 ekor burung yang terbagi dari 213 ekor burung dilindungi serta 352 ekor burung tidak dilindungi oleh seorang pegawai Bea Cukai Ketapang.

Jenis dilindungi tersebut adalah burung serindit melayu, burung tangkar ongklet, burung cica daun kecil, burung madu sepah-raja, dan burung empuloh paruh-kait. Perdagangan ilegal satwa liar ini mengancam perlindungan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya di Kalimantan Barat.

“Kita ingin mengajak para pihak untuk turut serta dalam upaya penyadartahuan penguatan konservasi. Dengan mendorong kerja sama sebagai upaya preventif hingga represif dalam perlindungan peredaran tumbuhan dan satwa liar di Kalimantan Barat,” kata Wiwied Widodo.

NgoSan kali ini melibatkan ratusan peserta yang berasal dari berbagai instansi pemerintahan, lembaga swasta, akademisi, pemuka agama, pemilik toko burung, dan kicau mania yang ada di Kalbar.

Melalui sesi pemaparan dan diskusi, para peserta bersama-sama membahas tentang izin berusaha bidang kehutanan dan juga bagaimana manusia seharusnya hidup berdampingan dengan alam.

Ketua Pusat Pengajian Islam Universitas Nasional Dr. Fachruddin M Mangunjaya mengingatkan kembali bagaimana perdagangan ilegal satwa liar ini memberikan kerugian dan dampak negatif, baik kepada lingkungan maupun diri sendiri.

Fachruddin mengutip Perjanjian Mizan yang menyebut, kita berusaha mengartikulasikan pemahaman ontologis dan kosmologis tentang hubungan antara pencipta dan ciptaannya, serta hubungan manusia dengan keduanya, dan kewajiban kita kepada masing-masing pihak yang membuat kita melihat dengan jelas cara memperbaiki kesalahan-kesalahan kita.

“Kita berusaha mengklarifikasi dan mengartikulasi ajaran etika dan nilai-nilai Islam yang esensial, sehingga dapat memotivasi untuk berkomitmen pada perubahan perilaku yang diperlukan dan sesuai dengan tradisi kenabian,” kata Fachruddin.

Dekan Fakultas Biologi dan Pertanian Universitas Nasional ini juga mengingatkan betapa pentingnya memahami etika memelihara satwa. Bahwa manusia harus menyediakan makanan untuk mereka. Selain itu, menyediakan makanan meskipun hewan tersebut sudah tua atau sakit sehingga dianggap tidak menguntungkan bagi pemiliknya.

“Kita dilarang menempatkan binatang itu bersama-sama dengan segala sesuatu yang dapat mencelakakannya, baik dari jenis yang sama maupun dari jenis yang berbeda yang dapat mematahkan tulang, menanduk, atau menggigit binatang tersebut,” terang Fachruddin.

Terakhir adalah manusia harus memotong (menyembelih) dengan cara atau sopan santun yang baik, bukan menguliti atau mematahkan tulangnya sehingga tubuhnya menjadi dingin dan nyawanya hilang.

Paparan Fachruddin menjadi penutup dari NgoSan Balai KSDA Kalbar. Melalui NgoSan ini, diharapkan para pihak dapat menjalankan komitmen yang sudah dirumuskan dalam sesi diskusi terbuka untuk bersama-sama bertindak dan menjaga keanekaragaman hayati yang ada dari ancaman kepunahan.*

Exit mobile version