Kolase.id – Gerakan Pemberdayaan Pancur Kasih (GPPK) menilai, RUU Perkoperasian dan RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) telah gagal memahami identitas koperasi. Kedua RUU tersebut sedang digodok oleh pemerintah dan DPR RI.
Ketua GPPK John Bamba menegaskan bahwa koperasi adalah perwujudan demokrasi ekonomi rakyat, dari, oleh, dan untuk anggota. “Asasnya adalah semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan sebagaimana diamanatkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1,” katanya saat menggelar konferensi pers di Auditorium UPELKES Kalbar, Pontianak, Sabtu (12/11/2023).
Menurutnya, semangat maupun substansi dua RUU tersebut justru dapat mematikan gerak koperasi dengan membolehkan banyak pihak non-anggota mengintervensi koperasi yang pada akhirnya menggerogoti koperasi itu sendiri.
“Bukannya melindungi koperasi, justru semangat kedua RUU tersebut cenderung otoriter, merebut kuasa kedaulatan anggota koperasi, karena semangat korporasi sengaja disusupkan pada kedua RUU tersebut,” terang John Bamba.
Modal utama koperasi, sebut Mantir Pancur Kasih ini, adalah manusia. Bukan modal uang karena koperasi adalah kumpulan orang-orang yang saling percaya, bekerja sama, bergotong-royong.
Melalui potensi yang dimiliki, sambung John Bamba, kumpulan orang-orang itu membangun kualitas moral dan fisik anggota dengan pendidikan mental spiritual dan keterampilan.
“Regulasi yang dibutuhkan koperasi adalah regulasi yang ramah, yang berpihak kepada jiwa, nilai-nilai, dan prinsip koperasi,” tegas John Bamba.
Melalui konferensi pers itu pula, GPPK menggelontorkan pernyataan sikap yang tegas, yakni menolak dua RUU tersebut, antara lain karena alasan-alasan prinsip berikut:
- RUU Omnibus Law P2SK merupakan bagian dari UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang telah dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan MK Nomor 91/PUU-XIX/2021 (Pasal 191 & Pasal 192 RUU Omnibus Law P2SK). Sehingga secara yuridis, RUU Omnibus P2SK bahkan inkonstitusional karena mengacu pada UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi pada 2021.
- Menjadikan Menteri Koperasi dan UMKM sebagai penentu hidup matinya koperasi (Pasal 118 RUU Perkoperasian). Entitas dari luar koperasi, bahkan menteri sekali pun tak berhak mengintervensi koperasi. Termasuk dalam pembubarannya. Sebab, para anggota, melalui forum RAT atau RALB-lah yang berhak membubarkan koperasi. Bukan menteri, karena bukan wilayah kuasanya.
- Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan Anggota yang akan merusak kemandirian dan kedaulatan koperasi (Pasal 102 RUU Perkoperasian). Intervensi entitas eksternal dalam bentuk apa pun menyalahi prinsip keswadayaan, kemandirian, dan independensi koperasi.
- Menjadikan OJK maupun Otoritas Pengawas Koperasi sebagai perampas kedaulatan anggota koperasi sebab dijadikan sebagai penentu absolut kesehatan dan kepengurusan koperasi (Pasal 192, khususnya perubahan ketentuan Pasal 44 menjadi Pasal 44A s.d Pasal 44U RUU Omnibus Law dan Pasal 91 RUU Perkoperasian). Otoritas Pengawas Koperasi, Otoritas Jasa Keuangan hanyalah akal-akalan saja untuk mengendalikan standarisasi dan profesionalitas organ koperasi.
- Membuka peluang terjadinya kooptasi terhadap koperasi melalui pembentukan lembaga yang mengklaim diri sebagai pembawa aspirasi dan perwakilan koperasi (Pasal 159 RU Perkoperasian). Organisasi Gerakan Koperasi Indonesia pun tidak diperlukan karena dapat menjadi parasit yang menggerogoti bangunan organisasi koperasi.
- Menjadikan pihak luar yang tidak berkaitan langsung dengan koperasi sebagai penentu kompetensi dalam pengembangan dan pendidikan koperasi (Pasal 155 RUU Perkoperasian), di mana secara kelembagaan, koperasi mampu melakukannya sendiri.
- Memberikan peluang intervensi dari pihak luar (non-anggota koperasi) kepada koperasi melalui modal penyertaan yang berasal dari non-anggota koperasi (Pasal 82 Ayat 2 huruf b RUU Perkoperasian). Koperasi tidak sama dengan bank atau perusahaan, atau lembaga keuangan mikro. Modal penyertaan dari non-anggota akan mematikan kedaulatan demokrasi ekonomi para anggota. Independensinya akan dirusak oleh pengaruh kekuatan pemilik modal. Jiwa, semangat, nilai kekeluargaan, kegotongroyongan, tak dijamin bisa bertumbuh kembang dalam entitas kumpulan modal uang. Sebab yang akan berkembang justru watak persaingan dan ambisi kapitalistis akumulasi modal demi keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Jika kedua RUU itu diundangkan, kata John Bamba, justru akan mematikan koperasi secara keseluruhan. “Sejatinya koperasi itu perwujudan usaha bersama para anggota sesuai bangunan perekonomian Indonesia. Asasnya kekeluargaan dan kegotongroyongan seperti dinyatakan Bapak Koperasi Indonesia Dr. Mohammad Hatta,” kuncinya.*