Gemawan Gali Inisiatif Pencegahan dan Pengelolaan Karhutla

Rancang bangun pendekatan yang terukur

Avatar
Pose bersama usai FGD Inisiatif Pencegahan dan Pengelolaan Karhutla di Kabupaten Sambas, Kalbar. Foto: Dok. Gemawan

Kolase.id – Lembaga Pengembangan Masyarakat Swadaya dan Mandiri (Gemawan) kembali menggali inisiatif pencegahan dan pengelolaan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah gambut. Agenda kali ini dikemas dalam Focus Group Disscusion (FGD) di Kabupaten Sambas dan Mempawah, Kalimantan Barat pada 25-26 Februari 2025.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk membangun kolaborasi dan komitmen para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah kabupaten, organisasi non-pemerintah, pemerintah desa, Masyarakat Peduli Api (MPA), pemadam api swasta, dalam penanganan karhutla di tingkat tapak.

Dewan Pendiri Gemawan Hermawansyah mengatakan Gemawan adalah mitra BRGM. Dalam pembelajaran program BRGM, kita menemukan kondisi faktual di lapangan karena Kalbar setiap tahun terjadi karhutla. Karena ini bukan hal baru, mestinya kita sudah harus mulai merancang pendekatan yang lebih terukur, lebih terencana, sehingga tidak lagi kita melakukan quick response setiap tahun yang seolah-olah begitu-begitu saja.

Oleh karena itu, kata Wawan, Gemawan bekerja sama dengan USFS (United States Forest Service) mencoba melakukan inisiatif bagaimana memperkuat kapasitas MPA.

“MPA ini lembaga desa yang menghimpun potensi masyarakat yang punya komitmen untuk melakukan pencegahan dan juga penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, jadi MPA ini yang mestinya menjadi garda terdepan, bagaimana upaya penanganan karhutla itu berbasis masyarakat di tingkat tapak,” kata Wawan.

Dia menyebut karhutla ini bukan hanya tanggung jawab satu dua pihak. Oleh karenanya, setelah Gemawan melakukan assessment di 14 desa, masing-masing 10 desa di Mempawah dan empat desa di Sambas, kita coba mengidentifikasi dan menyimpulkan fakta-fakta yang kita temukan di lapangan.

“Lalu kita coba merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan beberapa hal, terutama bagaimana memperkuat kapasitas MPA. Jadi tidak hanya bertugas saat kejadian karhutla saja, tetapi paling tidak MPA itu bisa punya perencanaan,” sebutnya.

Apalagi penanganan karhutla mestinya bisa diprediksi, misalnya di tahun 2025 BMKG merilis bahwa musim hujan itu sampai akhir Maret. Artinya awal April ke atas itu musim kemarau.

“Mestinya menjelang musim kemarau, pemerintah terutama MPA sudah punya langkah-langkah antisipasif. Misalnya kalau peralatannya belum ada bagaimana pengadaan alatnya. Kalau sudah ada lalu bagaimana kondisinya apakah masih oke atau tidak. Bagaimana dengan sumber air yang ada di wilayah desa. Karena analisis Gemawan itu juga melihat bagaimana tren atau sejarah kebakaran itu yang terjadi di titik-titik berulang,” urai Wawan.

Menurut Wawan, sejatinya itu yang dipetakan, sehingga kalau sumber airnya agak jauh dari titik sebaran, bagaimana caranya, apakah harus ada bikin embungkah, atau bikin sumur bor, atau misalnya selangnya dipanjangkan. Jadi ada langkah-langkah kerja persiapan oleh MPA menghadapi musim kemarau.

Lebih jauh Wawan menyampaikan di dalam FGD ini kita mengekspose hasil penilaian, temuan, dan rekomendasi. Feedback-nya dari Pemda itu alhamdulillah mereka mendukung inisiatif ini, sambil mendorong otoritas dan sumber daya yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Ini yang coba dikolaborasikan, supaya ini tidak menjadi beban satu dua pihak saja.

“Jadi soal-soal yang bisa diurus di tingkat desa oleh MPA dan pemerintah desa, biar ditangani oleh desa. Tetapi soal-soal yang menyangkut supra desa, sejatinya ditangani oleh pemerintah kabupaten. Misalnya kerja sama antardesa, seperti di Sambas ada inisiatif forum kerja sama antar MPA. Itu supra desa,” jelas Wawan.

Tak cukup sampai di kabupaten, kata Wawan, peran pemerintah provinsi, lembaga pemerintah, dan pemerintah terkait serta juga NGO, termasuk universitas mungkin ke depannya coba kita rumuskan sehingga harapannya dari inisiatif ini sudah mulai bisa didorong masing-masing kabupaten bahkan juga provinsi.

Wawan meyakini tiap-tiap kabupaten hingga provinsi juga ada, cuma mungkin perlu update saja, seperti rencana aksi penanggulangan karhutlanya. Apalagi ketika bicara tentang rencana aksi akan kelihatan siapa bertanggung jawab dan mengurusi apa, termasuk peran-peran NGO seperti Gemawan.

Dari situ, sambung Wawan, baru diukur, jika targetnya zero toleran karhutla, tidak ada api sama sekali di lahan gambut, maka harus ada skema insentif dari pemerintah, semacam insentif untuk MPA. Ini berbeda di lahan mineral, masih ada aturan yang memperbolehkan membakar.

“Nah, format dan kerja sama serta kolaborasi antarpihak itu yang coba kita uraikan dan rumuskan dalam peta jalan ataupun rencana aksi penanggulangan karhutla berbasis masyarakat di tingkat tapak,” tutup Wawan.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *