Kolase.id – Nonton Bareng dan Diskusi Film berjudul Tanah Moyangku sukses digelar pada Sabtu (20/01/2024) di Mempawah. Tanah Moyangku merupakan film dokumenter garapan Watchdoc Documentary bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Belanda KITLV.
Dalam nobar film dokumenter berdurasi 84 menit ini, tampak penonton terharu melihat perjuangan masyarakat di berbagai daerah memperjuangkan hak atas tanah mereka. Film ini memang menguras air mata para penonton di Warung Kopi Kampoeng, Mempawah, Kalimantan Barat yang berkapasitas lebih kurang 100 orang tersebut.
Setelah pemutaran film, agenda dilanjutkan dengan sesi diskusi. Hadir sebagai pemantik yakni Catur Setiowati, alumni Sigma Mempawah, Fathur IC, Sadar Baca Institut, Lani Ardiansyah, aktivis Gemawan, dan Ageng, jurnalis, penulis lepas sebagai moderator.
Panitia pelaksana, Syahrul menyampaikan nobar dan diskusi ini dilakukan guna memberikan edukasi dan ruang, serta melatih kepekaan masyarakat khususnya kaum muda di Mempawah agar dapat memiliki kesadaran terhadap pengelolaan sumber daya alam.
Film Tanah Moyangku merupakan film yang mengisahkan tentang perjuangan rakyat Indonesia dalam melindungi hak asasi dan tanah leluhur mereka.
Film tersebut menyajikan kisah yang menginspirasi serta memantik kesadaran masyarakat terhadap pentingnya melindungi tanah, mempertahankan ruang hidup dan penghidupan. “Melalui film Tanah Moyangku ini, kita bisa tahu, konflik agraria itu sudah terjadi sejak lama, sejak zaman kolonial Belanda,” katanya.
Film ini, sambung Syahrul, penting ditonton karena membuka mata serta wawasan yang baru kepada masyarakat. Misalnya penguasaan tanah di Indonesia yang belum setara. Bahkan, masyarakat cenderung belum bisa mengakses sumber daya alam secara utuh.
“Kawan-kawan yang hadir di acara nobar ini bisa melakukan aksi-aksi besar untuk menyelamatkan lingkungan hidup dan keadilan agraria untuk masyarakat,” ujarnya.
Syahrul berharap ke depannya, kaum muda di Mempawah dapat mengadakan diskusi di tingkat kampus atau umum mengenai isu yang sama seperti yang dibahas saat ini. “Hal ini bertujuan agar negara menyadari bahwa generasi muda dan mahasiswa memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap permasalahan sumber daya alam,” pungkasnya.
Menanggapi Nobar dan Diskusi Film Tanah Moyangku, salah satu penonton, Ryan yang berasal dari Pontianak mengungkapkan setelah dirinya menonton, dia merasakan apa yang dirasakan masyarakat, dimana lahan mereka dirampas oleh perusahaan demi kepentingan perusahaan.
“Rasanya sakit, sedih, menderita, geram, marah, semua bercampur aduk. Terlebih lagi ada satu sesi di mana seorang warga dengan gigih berjuang mempertahankan lahannya, ruang hidupnya, sampai akhir hayat,” urai Ryan.
Film ini, kata Ryan, secara tidak langsung membuat kita sadar pentingnya menjaga tanah yang menjadi sumber penghidupan. Dan dirinya berharap pemerintah bisa lebih selektif memberikan izin kepada perusahaan agar hal-hal seperti apa yang ada di film Tanah Moyangku ini tidak terus terjadi.
Nobar dan diskusi ini digagas oleh Kolektif Muda-Mudi bersama Alumni Sigma Mempawah. Diikuti peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, seperti organisasi kepemudaan, jurnalis, aktivis, mahasiswa, dan komunitas masyarakat sipil.*