Kolase.id – Data statistik Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalbar mencatat pada tahun 2022 luas areal kelapa sawit di Kalbar mencapai 2,05 juta hektare. Total produksi CPO yang dihasilkan sebesar PK 7,7 juta ton.
Besarnya perkembangan ini tidak sejalan dengan kondisi buruh yang berada di Kalbar. Permasalahan terkait keselamatan, kontrak, beban kerja, dan upah kerja buruh perkebunan kelapa sawit tampaknya tak pernah absen dan acap kali perusahaan lepas tangan.
Kondisi dan permasalahan yang terjadi pada buruh perkebunan kelapa sawit seperti tidak adanya kontrak yang jelas dan masih banyak pekerja dengan status buruh harian lepas, pemotongan upah yang tidak jelas, serta upah dibawah UMP/UMK.
Selain itu permasalahan keselamatan kerja, seperti infrastruktur jalan yang rusak, buruknya sanitasi dasar, serta tidak adanya klinik kesehatan dan tempat penitipan anak. Dengan semua kendala tersebut, buruh masih saja dilimpahkan dengan beban kerja yang berlebih dan waktu kerja yang tidak menentu.
Praktik-praktik ini membuat tanda tanya besar, apakah perlindungan HAM benar-benar dilaksanakan? Federasi Serikat Buruh Kebun Sawit (FSBKS) Kalbar mengharapkan adanya undang-undang khusus guna melindungi hak-hak buruh sawit.
Direktur Eksekutif Lembaga Teraju Indonesia Agus Sutomo pada Jumat (7/2/2025) mengatakan usaha ini telah dilakukan, tetapi masih tidak ada kejelasan sampai sekarang sehingga eksploitasi buruh masih kerap ditemui.
“Di tahun 2023 kita sudah sampaikan ke Wamen untuk segera menjadikan draft RUU dan sampai sekarang tidak ada kabar. Mungkin pemerintah pusat sedang sibuk. Perusahaan juga tidak ada kepedulian terhadap konflik para buruh dan terus dieksploitasi sampai buruh mengundurkan diri. Agar mereka bisa bebas dari kewajiban dana pesangon,” terangnya.
Ia menambahkan, perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi ISPO ataupun RSPO tak menjamin perusahaan tidak melakukan pelanggaran HAM tersebut. Mekanisme untuk menerima pengaduan tidak ada sehingga tidak tahu harus komplain ke siapa.
Ketua FSBKS Kalbar Yublina berharap kepada pemerintah, perusahaan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan kesadaran dalam pemenuhan hak-hak buruh kelapa sawit.
“Kami berharap perusahaan memberikan kontrak kerja yang jelas dan memenuhi semua kewajiban ketenagakerjaan, serta memberikan akses jaminan sosial kepada buruh. Selain itu, memberikan fasilitas kesehatan, keselamatan kerja, dan memperbaiki infrastruktur serta menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap buruh yang ingin berserikat,” pungkasnya.*