Dua Bulan Tak Panen, Hama Ulat Serang Puluhan Ribu Ha Kebun Kratom di Kapuas Hulu

Avatar

Kolase.id – Puluhan ribu hektare lahan kratom di Kapuas Hulu diserang hama ulat. Akibatnya para petani mengalami kerugian besar. Andhio, seorang petani dari Kecamatan Kalis, Kabupaten Kapuas Hulu menceritakan, hama ulat muncul pada awal Februari lalu. “Saat itu semua daun di tepi sungai semuanya diserang ulat,” katanya.

Para petani pun berusaha membasmi hama tersebut. Namun setiap kali disemprot pestisida, beberapa hari kemudian, ulat-ulat tersebut datang lagi. “Kratom yang berada di tepi sungai 85 persen serang ulat. Mulai dari kecamatan Jongkong sampai ke Putusibau. Jika di hitung luasnya mungkin ada 35.000 hektare,” tutur pria 27 tahun ini.

Normalnya, dalam satu bulan para petani bisa dua kali panen. Namun sudah dua bulan ini mereka belum bisa panen sama sekali daun kratom yang berada di tepi sungai. “Kerugian kami bisa mencapai kerugian sampai ratusan juta rupiah,” imbuhnya.

Saat ini, petani hanya bisa meliat daun kratom di makan ulat. Sejatinya para petani bisa mengatasi dengan pestisida secara rutin untuk membunuah ulat tersebut. Namun para petani memilih untuk mengabaikannya. Pasalnya saat ini harga kratom tengah anjlok, sehingga tak sebanding dengan biaya untuk penyemprotan. “Kami kecewa dengan harga sekarang,” ucap dia.

Saat ini harga kratom yang sudah dalam bentuk remahan kering adalah Rp16.000 per kilogramnya. Angka ini jauh dibanding beberapa tahun lalu yang sempat tembus Rp40.000an. Menurut Andhio, di masa normal atau tidak ada penyakit pun angka tersebut masih tergolong rendah. “Satu kilogram kratom remahan itu merupakan penyusutan dari empa kilogram daun mentah. Belum lagi kami harus membayar upah untuk memanen dan menjemur. Jadi kami putuskan untuk stop dulu sementara,” sebutnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar mengatakan masalah kratom di perhuluan sudah terjadi sejak akhir tahun lalu, dimana sentra-sentara penghasil kratom diterjang banjir besar yang mengakibatkan gagal panen. Kerugian petani tersebut belanjut di awal tahun ini. Kali ini lantaran hama ulat. Sementara bagi eksportir, langkanya kontainer membuat mereka terpaksa mengirim melalui parcel atau pos. “Akibatnya biaya yang dikeluarkan tinggi,” ucap Rudyzar.

Dia juga menyebut anjloknya harga kratom juga disebabkan oleh persaingan tak sehat di antara pemain kratom. Harga kratom terus merosot dari bulan ke bulan sejak dua tahun ini. “Karena dulu harganya menarik, maka semakin banyak orang membuka lahan. Sedangkan pertumbuhan demand pasar luar negeri tidak berimbang suplai yang jauh melebihi permintaan, sehingga mendorong perang harga di tingkat hulu hingga eksportir,” kata dia.

Pihaknya mendorong pemerintah untuk mengintervensi dan memberlakukan aturan terkait produksi kratom ekspor. Bahkan harga di Amerika Serikat pernah menyentuh 3 dolar AS per kilogram, dimana dulu satu kilogramnya bisa mencapai 40 dolar AS per kg. Dia berharap ada aturan yang mengatur hal ini. “Ini untuk melindungi petani dan pelaku usaha lokal di bidang kratom ini. Harus ada syarat minimum bagi eksportir yang bisa melakukan ekspor. Supaya tertib dan teratur,” sebutnya.

Dia bahkan mendorong pemerintah daerah untuk memberlakukan pajak untuk industri kratom, sebagaimana ekspor komoditas lain. “Dengan adanya pajak daerah ini, maka akan meningkatkan PAD. Dampaknya bagi para petani dan eksportir bisa meminta bantuan dari pemerintah bila terkena musibah hama seperti ini. Itu karena industri kratom ada kontribusi untuk daerah dan negara,” pungkasnya. **

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *