Deforestasi Mayawana Persada Sebabkan Bencana Banjir

Pemerintah perlu melakukan evaluasi serius atas keberadaan perusahaan yang telah melahirkan polemik terkait krisis sosial-ekologis selama ini

Avatar
Bencana banjir terjadi di perkampungan sekitar konsesi PT Mayawana Persada. Foto: Dok. Walhi Kalbar

Kolase.id – Pembabatan hutan secara ugal-ugalan yang berlangsung selama ini melalui aktivitas perkebunan kayu PT Mayawana Persada telah memicu bencana ekologis berupa banjir. Banjir melanda wilayah operasional perusahaan pada Kamis, 28 November 2024, menjadi peringatan serius atas dampak destruktif deforestasi terhadap lingkungan dan masyarakat.

Adapun wilayah yang terdampak di antaranya Dusun Sabar Bubu dan Dusun Lelayang, yang terletak di Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang. Bahkan sejumlah ladang milik warga ikut terendam banjir dan berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi. Banjir kali ini lebih parah dibandingkan kejadian banjir sebelumnya.

Deforestasi yang dilakukan oleh pihak PT Mayawana Persada sudah berlangsung selama bertahun-tahun dengan konsekuensi yang tidak terelakkan, termasuk kerusakan habitat flora fauna hingga hilangnya keanekaragaman hayati dan terjadinya bencana ekologis seperti banjir saat ini.

“Bencana banjir ini bukan hanya soal bencana alam, tetapi soal kerugian material, keselamatan dan keberlanjutan hidup masyarakat di sekitar wilayah yang terdampak. Kami menduga bencana ini adalah akibat dari pembabatan hutan yang sangat luas di wilayah konsesi PT Mayawana Persada,” kata Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi.

Dari tahun 2016 sampai 2023, PT Mayawana Persada telah membabat hutan alam seluas kurang lebih 35.000 hektar. Deforestasi masif terjadi antara tahun 2022-2023, yaitu sekitar 15.000 hektar.

“Meskipun telah menerima surat dari KLHK per 28 Maret 2024 untuk menghentikan aktivitas penebangan di Logged Over Area (LOA), PT Mayawana Persada masih melakukan pembukaan hutan di wilayah dengan nilai konservasi tinggi, yaitu di lahan gambut dan habitat orangutan. Selama April–Oktober 2024, perusahaan membuka total 344,44 hektare hutan”, jelas Andi Muttaqien.

Data citra satelit menunjukkan sebagian pembukaan lahan ini terjadi di wilayah selatan konsesi. Padahal menurut dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) Mayawana Persada tahun 2012-2021, seharusnya diperuntukkan untuk area perlindungan gambut. Hampir 60,15% konsesi perusahaan merupakan kawasan gambut, yang terdiri dari gambut lindung 48,50% dan gambut budidaya 51,50%.

Sejak 2019 hingga 2022, PT Mayawana Persada telah membuka lahan gambut seluas 7.315 hektar. Hingga April 2024, perusahaan tercatat telah membuka 30.296,59 hektar gambut, termasuk 15.560,38 hektar gambut lindung.

Namun, peta fungsi gambut terbaru tahun 2022 menunjukkan perubahan signifikan, dengan sebagian besar kawasan gambut lindung dialihkan menjadi gambut budidaya. Saat ini, hanya sekitar 9.383 hektar (11,53%) yang diperuntukkan sebagai kawasan gambut lindung, dan pembukaan hutan gambut secara masif oleh perusahaan semakin meningkat sejak saat itu.

Direktur Walhi Kalimantan Barat Hendrikus Adam menyatakan bahwa peringatan tentang bencana ekologis ini sudah lama disampaikan. Namun, aktivitas pembukaan lahan secara ugal-ugalan tetap dilakukan.

“Bencana ekologis banjir yang lebih besar dari biasanya akibat pembukaan lahan skala luas oleh perusahaan membuahkan risiko lingkungan hidup yang tak pernah diperhitungkan selama ini. Pemerintah mesti tahu situasi yang terjadi saat ini dan pihak PT Mayawana Persada mesti bertanggung jawab atas dampak dari aktivitas yang dilakukannya”, tegas Hendrikus Adam.

Lebih lanjut, Hendrikus Adam mengingatkan agar pemerintah perlu melakukan evaluasi serius atas keberadaan perusahaan yang telah melahirkan polemik terkait krisis sosial – ekologis selama ini.

“Krisis sosial – ekologis yang diakibatkan dengan kehadiran perusahaan perkebunan kayu PT Mayawana Persada mestinya dapat disertai dengan langkah berani pemerintah untuk melakukan evaluasi serius terhadap pemilik izin PBPH ini,” imbuh Hendrikus Adam.

Selanjutnya, Ketua Link-AR Borneo Ahmad Syukri mengatakan ada potensi peningkatan intensitas banjir dan tinggi banjir di desa-desa sekitar konsesi bagian utara PT Mayawana Persada (Kabupaten Ketapang) pada akhir tahun ini dan tahun-tahun mendatang.

Pasalnya, konsesi PT Mayawana Persada telah membabat habis hutan penyangga yang menahan air pada saat musim penghujan, kini air tergenang di beberapa daerah lembah dan sebagian besarnya mengalir langsung ke tiga (3) aliran sungai: Sungai Kualan, Sungai Sekucing, Sungai Labai yang mengakibatkan luapan air sungai dalam satu waktu.

“Bahaya bencana ekologis tersebut juga jelas mengancam desa-desa di bagian selatan konsesi PT Mayawana Persada, di Kabupaten Kayong Utara. Pembabatan hutan dan perusakan ekosistem gambut KHG Sungai Durian – Sungai Kualan dalam lanskap Sungai Mendawak jelas cepat atau lambat akan menunjukkan respon alam atas operasional destruktif PT Mayawana Persada,” kata Ahmad Syukri.

Dia minta pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap PT Mayawana Persada dan mengambil langkah sigap untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang menjadi korban banjir.

“Pemerintah juga perlu segera melakukan pemulihan hutan dan ekosistem gambut untuk menyelamatkan masyarakat adat, komunitas lokal, serta keanekaragaman hayati lainnya dari bencana banjir”, tegas Ahmad Syukri.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *