Sosial  

Bawaslu Kalbar Petakan TPS Rawan di Pilkada 2024

Bawaslu mengajak jurnalis, mahasiswa, dan masyarakat untuk dapat menjadi bagian dari pengawasan partisipatif agar pilkada 2024 berjalan dengan lancar

Avatar
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kalbar Yosef Harry Suyadi menjelaskan potensi TPS rawan. Foto: Indah Chandika/Kolase.id

Kolase.id – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Barat memetakan Tempat Pemungutan Suara (TPS) rawan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk antisipasi gangguan di hari pencoblosan pilkada 2024 pada 27 November.

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kalbar Yosef Harry Suyadi mengatakan pemetaan kerawanan tersebut dilakukan menggunakan delapan variabel dan 28 indikator.

Pemetaan diambil dari sedikitnya 164 kelurahan/desa dari 174 kecamatan yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya. Pengambilan data TPS rawan dilakukan selama enam hari pada 10 sampai 15 November 2024.

“Pemetaan ini dilakukan berdasarkan Surat Edaran No. 112 tahun 2024, di mana sebuah pemetaan indikator dari variabel ditetapkan oleh Bawaslu RI yang terjadi di saat pemilu 2024 dan juga terjadi pada masa pilkada sebelumnya,” kata Yosef di Pontianak, Rabu (20/11/2024).

Dari delapan indikator, ada lima indikator potensi TPS rawan, seperti:

  1. 943 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat;
  2. 338 TPS yang terdapat Pemilih Tambahan (DPTb);
  3. 417 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS;
  4. 066 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS;
  5. 315 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT;

Dari 28 indikator, terdapat 21 indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi:

  1. 235 yang terdapat potensi pemilih memenuhi syarat namun tidak terdaftar di DPT (Potensi DPK);
  2. 712 TPS yang terdapat penyelenggara pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas;
  3. 99 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS;
  4. 123 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan;
  5. 58 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS;
  6. 15 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS;
  7. 91 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu;
  8. 204 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu;
  9. 56 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu;
  10. 697 TPS yang sulit dijangkau (geografis dan cuaca);
  11. 675 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana (contoh: banjir, tanah longsor, gempa, dll);
  12. 154 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih;
  13. 97 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon;
  14. 87 TPS di dekat wilayah kerja (pertambangan, pabrik);
  15. 43 TPS yang terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan SUrat Suara Ulang (PSSU);
  16. 6 TPS yang mendapat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara;
  17. 44 TPS yang terdapat Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon;
  18. 50 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, dan/atau Perangkat Desa yang melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon;
  19. 90 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik;
  20. 6 TPS yang terdapat Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon;
  21. 14 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.

Yosef mengatakan, Bawaslu bekerja sama dengan KPU, pasangan calon (paslon), pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau, media, dan seluruh masyarakat untuk melakukan mitigasi bersama demi mencegah terjadinya kecurangan.

“Kami mengajak untuk bersama-sama melakukan mitigasi sebagai upaya pencegahan agar pelanggaran bisa diminimalisasi. Kami juga mengajak jurnalis, mahasiswa, dan masyarakat untuk dapat menjadi bagian dari pengawasan partisipatif agar pilkada 2024 berjalan dengan lancar,” jelas Yosef.

Lebih jauh Yosef menegaskan sesuai SE No. 112 terkait patroli, di saat masa tenang nanti para paslon tidak boleh berkampanye, melakukan upaya politik uang, serta segala bentuk kegiatan yang melanggar norma.

“Kami juga meminta teman-teman pengawas pemilu saat melakukan patroli di masa tenang, walaupun tidak menggunakan atribut-atribut, minimal menggunakan baju-baju Bawaslu, agar menyatakan bahwa kita ada di setiap tempat pengawasan,” ucap Yosef.

Dia berpesan kepada para pasangan calon gubernur agar di masa tenang dapat menahan diri untuk tidak melakukan proses kampanye hingga hari pencoblosan pada 27 November, serta sama-sama menyukseskan pilkada serentak di Kalbar.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *