Walhi Kalbar Desak Bupati Kapuas Hulu Jelaskan Kisruh PT IAL – Warga Tamambaloh

Hormati upaya masyarakat Tamambaloh untuk tegak lurus pada pendirian mereka mempertahankan wilayah kelola sebagai ruang hidup

Peta wilayah Tamambaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Dok. Walhi Kalbar, 2025

Kolase.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Barat mendesak Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan “turun gunung”. Bupati Sis diminta menjelaskan perkara yang membuat warga di wilayah Ketemenggungan Tamambaloh resah akibat manuver pengembangan usaha yang dilakukan oleh manajemen PT Ichiko Agro Lestari.

Perkara ini bermula dari sosialisasi oleh PT Ichiko Agro Lestari (IAL) di Kecamatan Embaloh Hulu, Kapuas Hulu. Sosialisasi dilakukan sebagaimana informasi masyarakat sekitar pada sejumlah wilayah.

Pada tingkat kecamatan, sosialisasi dilakukan pada 15 Mei 2025, sedangkan di Desa Pulau Manak berlangsung pada 16 Mei 2025. Selanjutnya pada 17 Mei 2025 sosialisasi serupa dilakukan di Desa Banua Martinus, dan 18 Mei 2025 di Desa Banua Ujung.

Pada 19 Mei 2025 yang direncanakan di Desa Saujung Giling Manik, masyarakat setempat menolak menerima sosialisasi dan dibatalkan. Demikian juga pada 20 Mei 2025 di Desa Ulak Pauk yang dikabarkan dibatalkan sosialisasinya.

Pihak Ketemanggungan Tamambaloh berinisiatif untuk melakukan musyawarah Kombong Banua yang hasilnya menyatakan menolak perkebunan kelapa sawit di wilayah mereka. Sikap penolakan warga bukan tanpa alasan, terlebih sejak 2012 kesepakatan penolakan perkebunan sawit di daerah mereka sudah pernah disampaikan.

Walhi Kalbar mencatat, potensi luas total Wilayah Kelola Rakyat (WKR) pada sejumlah desa tersebut mencapai 14.126,9 hektare dengan rincian masing-masing; Banua Martinus 934,9 hektare, Banua Ujung 2.895,3 hektare, Pulau Manak 3.602,2 hektare, Saujung Giling Manik 5.502,8 hektare, dan Ulak Pauk 1.191,7 hektare.

Meski hanya menyampaikan informasi mengenai profil perusahaan dan manfaat yang ditawarkan, proses sosialisasi yang dilakukan pihak perusahaan PT. IAL menimbulkan respon yang beragam di tengah masyarakat.

Tidak terkecuali sikap penolakan yang disampaikan dengan tegas. Terlebih saat ini masyarakat adat di daerah sekitar di antaranya sedang mengurus upaya untuk Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA). Warga tidak ingin pihak perusahaan malah memperoleh izin dari pemerintah daerah.

Exit mobile version