Kolase.id – Pemerintah Kabupaten Sintang menginisiasi pembentukan Forum Daerah Aliran Sungai (FORDAS), Selasa (28/11/2023). Forum ini dimaksudkan untuk memitigasi bencana akibat salah dalam mengelola daerah aliran sungai (DAS).
Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang Kartiyus menyambut baik upaya pembentukan FORDAS Sintang ini. “Kita sudah menunggu sejak lama, mengingat kebutuhan mendesak atas pengelolaan DAS di Kabupaten Sintang,” katanya.
Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 40 peserta dari berbagai unsur termasuk dari DPRD Kabupaten Sintang, OPD Kabupaten Sintang, lembaga non-pemerintah/NGO, pihak swasta, akademisi, dan juga observer dari Kabupaten Melawi.
Pada kegiatan pembentukan FORDAS Sintang ini, ada tiga narasumber utama yang menyampaikan paparannya. Mereka adalah Kepala Bappeda Kabupaten Sintang, Ketua Forum DAS Kalbar, dan Kepala BPDAS Kapuas.
Kepala Bappeda Sintang Kurniawan menekankan bahwa buruknya DAS menjadi pemicu terjadinya banjir dan longsor yang dicontohkannya dalam kasus banjir Sintang pada bulan November 2021.
Sementara Ketua Forum DAS Kalbar Prof. Gusti Hardiansyah menekankan perlunya peran kelembagaan dalam pengelolaan DAS yang dilakukan secara holistik, multi pihak, lintas sektoral dan lintas wilayah sesuai tata ruang, serta pola pengelolaan sumber daya air.
Remran, Kepala BPDAS Kapuas dalam presentasinya menyampaikan upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) dalam pemulihan DAS dan aspek regulasi tentang pengelolaan DAS sudah tersedia dan memayungi upaya pemulihan DAS terpadu di DAS Kapuas yang mencakup 12 kabupaten dan 2 kota di Kalbar.
PP 37/2012 tentang Pengelolaan DAS misalnya menjadi salah satu acuan dari 9 regulasi yang saat ini tercatat dalam pengelolaan DAS.
Dalam sistem pemerintahan desentralisasi saat ini, kita menyadari bahwa tidak ada satu pun kementerian/lembaga/SKPD yang mempunyai otoritas penuh untuk mengelola DAS secara utuh dari hulu sampai hilir.
Untuk itu, diperlukan suatu wadah koordinasi untuk menjalin koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergitas (KISS) untuk menyelaraskan kepentingan antarsektor, antarwilayah, dan antarpemangku kepentingan dalam pengelolaan DAS Terpadu.
Ide pembentukan FORDAS Kabupaten Sintang mendapatkan sambutan positif dari semua peserta pertemuan ini. Peserta secara antusias menyampaikan saran dan masukannya untuk memastikan semua informasi yang disampaikan bisa memperkaya diskusinya dan forum dapat terbentuk di akhir pertemuan ini.
Momentum ini merupakan saat yang tepat karena revisi RTRWK dan KLHS sedang dibahas sehingga ide pembentukan FORDAS ini bisa masuk menjadi bagian dari perencanaan ke depan.
Remran menambahkan, implementasi di lapangan perlu dilakukan secara bersama-sama para pihak yang memanfaatkan DAS Kapuas, pelibatan multipihak dalam menyusun dokumen pengelolaan DAS.
Anggaran yang dialokasikan perlu didukung dengan keterlibatan para pihak, BPDAS merasakan masih minimnya dukungan para pihak. “Dengan adanya FORDAS ini kami berharap dukungan para pihak meningkat dan dalam menjalankan aksi, terutama mitigasi bencana di daerah yang rawan seperti di Kabupaten Sintang. Menyusul kabupaten-kabupaten lainnya setelah FORDAS Sintang terbentuk,” sebutnya.
Kegiatan ini sudah tertuang dalam RKPDes dan disinkronkan dengan kegiatan di tingkat tapak, dengan program yang tepat misalnya penanaman/restorasi atau kegiatan lainnya yang relevan.
Prof. Gusti Hardiansyah merespon bahwa momentum ini merupakan kunci dalam upaya penanganan lingkungan, dengan leadership menjadi salah satu faktor utamanya. Peran FORDAS menjadi sangat penting dalam penanganan konflik terkait dengan kerusakan lingkungan.
Best practice dan success story perlu dicatat untuk pembelajaran ke depan. Ketersediaan anggaran dan pendampingan program menjadi penting. Hal ini senada yang disampaikan oleh Kurniawan bahwa perlu adanya kolaborasi multipihak secara pentahelix, yaitu 5 aktor yang terdiri dari pemerintah, NGO, media massa, akademisi, dan unsur bisnis.
Program FORDAS yang memperhatikan keberlanjutan dalam pelaksanaannya perlu dikawal bersama para pihak seperti budidaya ikan di sepanjang Sungai Kapuas, indikator-indikator positif seperti meningkatnya pertanian, perikanan, dan budidaya menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Kurniawan menambahkan bahwa dalam pengelolaan DAS, aktor masyarakat sudah termuat di dalam aspek NGO atau ormas di dalam pentahelix stakeholders dalam kolaborasi multi-stakeholder.
FORDAS terpadu dapat mempertahankan 59 persen hutan di APL, yang menjadi komitmen dari pemerintah Kabupaten Sintang. Terakhir, komponen manusia menjadi faktor paling penting saat ini dalam manajemen FORDAS.
Pemberdayaan masyarakat menjadi salah satu kunci penting yang dikawal oleh pihak NGO/Ormas untuk mencapai target capaian FORDAS di Kabupaten Sintang yang “Maju, Berkeadilan dan Berkelanjutan”.
Dunia usaha juga menjadi bagian yang penting, yaitu peran para pengusaha akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam mendukung keberhasilan pengelolaan DAS.
SDGs menjadi jangkar dalam menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesimbungan dan keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat. Prinsip SDGs adalah universal, integrasi, dan inklusif.
FORDAS meyakinkan bahwa tidak ada seorang pun yang terlewatkan, no one left behind. Dari ketujuh belas tujuan SDGs yang kita prioritaskan di sini adalah pengentasan kemiskinan, air bersih dan sanitasi yang layak, ekosistem daratan yang terlindungi, terestorasi, dan pemanfaatannya meningkat. Membidik kolaborasi/kemitraan untuk mendukung rencana di tingkat tapak.
Pada pengujung pertemuan ini, telah disiapkan draft dokumen FORDAS Kabupaten Sintang untuk periode 2023-2028. Pelindungnya adalah Bupati Sintang, pengarah dan tim pakar serta pengurus harian terdiri dari OPD dan NGO, masyarakat dan akademisi yang kompeten untuk masuk dalam kepengurusan FORDAS Kabupaten Sintang.*