Kolase.id – Masyarakat di sebentangan nusantara memperingati Hari Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (HMKG) setiap 21 Juli. Seiring dengan puncak HMKG ke-77, BMKG terus menggencarkan kerja Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah Sumatra dan Kalimantan.
Sebelumnya, OMC digunakan sebagai penanganan ketika karhutla sudah terjadi. Saat ini, OMC dimanfaatkan sebagai upaya mitigasi bencana.
OMC idealnya dilakukan pada masa transisi musim hujan ke musim kemarau karena kita butuh keberadaan awan hujan dalam penyemaian awannya. Jika OMC baru dilakukan ketika musim kemarau atau saat karhutla terjadi, maka akan sulit melakukan OMC karena awan hujan akan sulit ditemukan.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, efektivitas pembasahan lahan gambut melalui OMC sudah terbukti. Berdasarkan data yang dihimpun, telah terjadi keterlambatan lonjakan titik panas di Sumatra dan Kalimantan.
Plt. Deputi Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto menambahkan bahwa pada 2023, area karhutla menurun hingga 29,6% jika dibandingkan 2019. Berdasarkan data, emisi karbon juga berhasil turun hingga 70,7%.
Jadi, kata Tri, OMC juga berperan penting dalam strategi mitigasi perubahan iklim, karena dengan mengelola curah hujan, kita bisa mengurangi dampak dari kondisi cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Inisiatif ini menjadi bagian penting dari langkah BMKG dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan menjaga kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dengan langkah inovatif seperti Operasi Modifikasi Cuaca, kata Tri, BMKG terus berupaya menghadapi tantangan perubahan iklim dengan solusi nyata. “Mari kita dukung bersama upaya ini dan jadikan bumi tempat yang lebih baik untuk kita semua,” tutup Tri.*