Kolase.id – Sebuah studi dengan pendekatan Analisis Multi-kriteria Go & No-Go Area berhasil mengungkap fakta baru di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Hasil analisis menunjukkan mayoritas wilayah kabupaten termasuk dalam area No-Go atau tidak sesuai untuk pengembangan produksi kelapa sawit yaitu sebesar 2,3 juta ha atau sebanyak 78,8% dari luas wilayah Kabupaten Ketapang.
Hal ini disebabkan rentannya kondisi biofisik lahan yang didominasi oleh kawasan hutan, tutupan hutan di wilayah produksi, dan lahan gambut. Studi ini memberikan arahan manajemen adaptif untuk pengelolaan kelapa sawit di dalam area No-Go—yang terindikasi sebanyak 445.577,94 ha—berdasarkan tingkatan prioritas kondisi biofisik lahan.
Fakta tersebut mencuat dalam Lokakarya dan Sosialisasi Hasil Analisis Kawasan Go/No-Go Area di Kabupaten Ketapang yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Ketapang bersama Mitra Pembangunan Ketapang dan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau di Hotel Grand Zuri, Ketapang, Kalimantan Barat, Rabu (18/7/2023).
Bagi daerah yang tidak sesuai untuk kelapa sawit namun telah dilakukan pembangunan kelapa sawit, studi ini memberikan gambaran pengembangan komoditas lain melalui pola tanam yang lebih sesuai seperti agroforestri, yang dengan demikian menjadi alternatif investasi sekaligus memitigasi risiko dalam pengembangan perkebunan.
Sekretaris PPI Compact Ketapang Mahyudin mengomentari hasil Analisis Area Go & No-Go dalam pidato kuncinya. “Kami menyambut baik hasil Analisis Area Go & No-Go ini karena sangat membantu tugas PPI Compact dalam mengoordinasikan kegiatan-kegiatan konservasi, restorasi, dan produksi berkelanjutan,” katanya.
Menurut Mahyudin, kegiatan di atas akan dilakukan masing-masing instansi pemerintah, sektor swasta, dan CSO terkait untuk mencapai pembangunan yang rendah emisi dan berkelanjutan dan di Kabupaten Ketapang.
Analisis Area Go & No-Go Kabupaten Ketapang disusun sebagai bagian dari Analisis Perencanaan Suplai Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk Pengembangan Kerangka PPI (Produksi, Proteksi, Inklusi) dan Investasi Berkelanjutan di Kabupaten Ketapang dan Kubu Raya yang dilakukan oleh lembaga konsultan Orien Spasia Ecoscape dengan dukungan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH).
Hasil studi ini akan dijadikan dokumen teknis pendukung kebijakan pembangunan dan rencana investasi sektor swasta dan transformasi rantai pasok komoditas yang berkelanjutan.
“Kami mengenali adanya tuntutan pasar yang semakin kuat atas komoditas kelapa sawit yang diproduksi secara berkelanjutan, yang di antara kriterianya yaitu tidak lagi melakukan deforestasi, tidak membuka lahan gambut, dan tidak melakukan eksploitasi tenaga kerja,” ujar Sacha Amaruzaman, Senior Program Development Manager, Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH).
Sebagai salah satu daerah utama penghasil kelapa sawit di Kalimantan Barat, kata Sacha, pihaknya mendukung dilakukannya pendekatan lanskap untuk mewujudkan wilayah Ketapang sebagai sumber kelapa sawit yang clean and clear, yang secara ideal perlu diawali dengan Analisis Area Go & No-Go.*