Masyarakat Adat Sekucing Kualan Desak Penghentian Aktivitas PT Mayawana Persada

Avatar
Konperensi Pers Masyarakat Adat Sekucing Kualan terkait konflik berkepanjangan dengan PT Mayawana Persada. Foto: Desi Rahmawati/Kolase.id

Kolase.id – Konflik antara masyarakat adat dengan PT Mayawana Persada (PT MP) di Desa Sekucing Kualan, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, terus berlanjut. Aktivitas perusahaan diduga merampas tanah adat dan menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Warga mengaku telah melayangkan pengaduan ke berbagai instansi, namun hingga kini belum mendapat penyelesaian yang adil.

Masyarakat menyebut PT MP melakukan penggusuran paksa di sejumlah wilayah, di antaranya Embung Marong, Dusun Lelayang, dan Dusun Serimbu. Kebun karet, ladang padi, hingga pondok warga diratakan tanpa ganti rugi memadai. Setelah lahan dibersihkan, perusahaan menanam pohon eukaliptus tanpa persetujuan pemilik tanah.

Selain kehilangan lahan, warga juga mengalami intimidasi dan kriminalisasi. Kepala Adat Dusun Lelayang, Tarisisius Fendi Sesupi, berulang kali dipanggil polisi dan terakhir dengan tuduhan pemerasan. Bahkan, pada 2022 seorang pemuda adat dipenjara enam bulan karena mencabut bibit tanaman di tanah miliknya sendiri.

Masyarakat menuding perusahaan ingkar janji. PT MP sebelumnya berkomitmen memberikan tali asih, lapangan kerja, perbaikan jalan, dan beasiswa pendidikan. Namun, janji itu hanya berjalan sebentar. Beasiswa berhenti setelah tiga bulan, sedangkan pekerjaan yang dijanjikan hanya bersifat bergiliran tanpa kepastian.

Dampak lingkungan turut menjadi sorotan. Pada Juni 2025 ditemukan bekas sarang orangutan di Dusun Serimbu, berdekatan dengan lahan gambut yang dibuka perusahaan. Bukit keramat Sabang Bubun yang dihormati masyarakat adat juga ikut dibersihkan. Aktivitas tersebut memicu banjir, kebakaran lahan, dan hilangnya sumber pangan tradisional.

Sejumlah tokoh adat menyampaikan kesaksian. Markus Bombon mengaku tanah keluarganya digusur habis pada 2022. Temenggung menyebut kebun karet 30 hektare dan lumbung padi masyarakat dibakar. Aher, Panglima Kuncit, menegaskan bahwa masyarakat hanya ingin hidup layak dan melihat anak-anak mereka tetap bisa bersekolah.

Melalui konferensi pers di Pontianak pada Selasa (23/9/2025), masyarakat adat Desa Sekucing Kualan mendesak pemerintah segera turun tangan. Mereka menuntut penghentian aktivitas perusahaan, pemulihan hak atas tanah adat, serta penghentian kriminalisasi terhadap tokoh masyarakat. Penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan oleh PT Mayawana Persada dinilai mendesak demi keadilan.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *