Mantan ABK Bersurat ke Presiden, Advokat: Segera Sahkan PP Pelindungan ABK

Avatar
Mantan ABK kapal asing
Tiga mantan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang pernah bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing menunjukkan berkas usai mengirimkan surat Keberatan Administrasi yang ditujukan pada Presiden Joko Widodo di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis (7/4/2022). Surat tersebut berisi desakan kepada pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan atau PP Pelindungan ABK. (Foto: Dhemas Reviyanto/Greenpeace)

Kolase.id – Tiga orang mantan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang pernah bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing akhirnya menyurati Presiden Joko Widodo, melalui Sekretariat Negara, di Jakarta.

Surat yang berisikan keberatan administrasi itu bertujuan untuk mendesak agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan atau disebut PP Pelindungan ABK.

Kuasa hukum ABK, Viktor Santoso menyebut dalam surat keberatan itu, jika pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar hukum.

Menurutnya, pemerintah semestinya merampungkan dan mengesahkan PP Pelindungan ABK dua tahun sejak UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diundangkan.

“Itu artinya, sudah hampir tiga tahun pemerintah berdiam diri atas karut marut tata kelola perekrutan dan pengiriman ABK ke kapal asing,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis, (7/4/2022).

Menurut mereka, lambannya sikap pemerintah dan kekosongan regulasi ini menyebabkan nasib para ABK Indonesia terus berada di bawah ancaman eksploitasi.

Dalam surat itu ditulis juga beragam kekerasan yang dialami ketiga mantan ABK selama bekerja di kapal asing. Tak hanya kekerasan verbal dan fisik, mereka juga hidup tidak layak, kerja belasan jam dalam sehari, terisolasi, dan tidak menerima upah.

Bahkan, dalam proses perekrutan dan penempatan para ABK tersebut kuat diduga telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sepanjang 2021, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat 188 kasus baru perbudakan ABK Indonesia di kapal asing. Penambahan 188 kasus tersebut merupakan jumlah tertinggi yang diterima SBMI dalam satu tahun sejak tahun 2013.

Ini membuat total kasus perbudakan ABK yang ditangani oleh SBMI menjadi 634 kasus. Para mantan ABK mendesak pemerintah segera bertindak sebelum ada lebih banyak ABK yang jatuh menjadi korban eksploitasi dalam rantai industri perikanan global ini. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *