Kolase.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalbar melansir pembukaan lahan masif oleh korporasi di Kalimantan Barat terbukti menjadi akar masalah di balik bencana ekologis tahunan, termasuk banjir yang melanda Kota Pontianak, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Mempawah.
Banjir yang melanda wilayah padat seperti Pontianak, Kubu Raya, dan Mempawah merupakan dampak akumulatif dari eksploitasi hutan yang terus terjadi dan maraknya pembukaan lahan di Kalimantan Barat.
Fungsi hutan sebagai daerah resapan air kian melemah. Data WALHI Kalbar menyebutkan, hilangnya tutupan hutan di Kalbar telah mencapai 4,2 juta hektare dalam periode 2001–2004. Fenomena ini diperparah dengan kombinasi pasar surut air laut yang meningkatkan risiko banjir rob di wilayah pesisir seperti Pontianak, Mempawah, dan Kubu Raya.
WALHI Kalbar menegaskan, terdapat tiga sektor industri besar yang menjadi dalang utama di balik hilangnya tutupan hutan yakni perusahaan perkebunan sawit, perkebunan kayu, dan pertambangan.
Data yang dimiliki WALHI Kalbar menunjukkan besarnya konsesi di provinsi ini: ada 368 perusahaan perkebunan sawit dengan luas mencapai 3,9 juta hektare, kemudian 65 Unit Izin Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan luas konsesi 2,75 juta hektare, dan 737 izin tambang mineral dan batubara (Minerba). Izin tambang ini didominasi oleh IUP bauksit, batubara, emas, zircon, bijih besi, dan timah.
Data ini menunjukkan bahwa hilangnya tutupan hutan yang dilakukan oleh korporasi merupakan pemicu bencana ekologis banjir yang terjadi di Kalimantan Barat setiap tahunnya. PJS Direktur WALHI Kalimantan Barat Sri Hartini menuntut pemerintah segera mengambil tindakan tegas.
“Pemerintah seharusnya mengambil langkah tegas dan harus segera melakukan penghentian pembukaan lahan, hutan, dan pemberian izin bagi korporasi, melakukan pemulihan pada lahan-lahan kritis, dan melakukan pengawasan serta penegakan hukum bagi korporasi yang melakukan pelanggaran,” tegasnya.*












