Delima Silalahi dari Indonesia Bersama Lima Pejuang Lingkungan Akar Rumput di Dunia Raih Goldman Environmental Prize

Anugerah aktivisme lingkungan akar rumput yang mengakui perjuangan aktivis dari Zambia, Indonesia, Turki, Finlandia, Brasil, dan Amerika Serikat.

Avatar
Delima Silalahi, perempuan asal Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia meraih penghargaan Golden Environmental Prize bersama lima pejuang lingkungan di dunia. Foto: Edward Tiggor for The Golden Environmental Prize

Kolase.id – Goldman Environmental Foundation mengumumkan enam penerima Anugerah Lingkungan Goldman 2023, Senin (24/4/2023). Ini penghargaan pertama di dunia bagi aktivis lingkungan di tingkat akar rumput.

Diberikan setiap tahun kepada pahlawan lingkungan dari enam benua bumi yang dihuni manusia, Anugerah Lingkungan Goldman memberikan penghargaan atas pencapaian dan kepemimpinan aktivis lingkungan akar rumput di seluruh dunia yang memberikan inspirasi kepada kita untuk beraksi demi melindungi bumi.

Untuk Indonesia, yang termasuk kategori pulau dan negara kepulauan, tahun ini juri memilih Delima Silalahi, 46 tahun, Direktur Eksekutif Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), suatu organisasi nonpemerintah yang berdedikasi untuk perlindungan hutan adat di Sumatera Utara.

Pada bulan Februari 2022, berkat kampanye khusus yang dilakukan Delima bersama komunitas masyarakat adat di Tano Batak, pemerintah akhirnya memberikan hak pengelolaan sah atas 7.213 ha hutan adat kepada enam kelompok masyarakat Tano Batak.

“Saya sangat gembira walaupun saya sadar bahwa ini bukanlah perjuangan saya sendiri. Ini adalah kemenangan buat gerakan masyarakat adat di Indonesia. Perjuangan hak atas tanah, hak atas identitas kita itu tidak turun dari langit. Itu diperjuangkan. Kita tidak sedang melanggar hukum. Ada konstitusi yang menjamin perjuangan kita. Negara tidak akan memberikannya begitu saja kepada kita,” kata Delima.

Keenam komunitas masyarakat adat yang mendapatkan pengakuan tersebut berkomitmen melestarikan hutan adatnya. Enam kelompok masyarakat adat ini memiliki program pemulihan kawasan hutan adat mereka dengan mulai menanam kembali spesies hutan asli, termasuk pohon kemenyan.

Di antaranya, komunitas masyarakat adat Pandumaan Sipituhuta, Nagasaribu Onan Harbangan, Bius Huta Ginjang, Janji Maria, Simenak-menak dan Tornauli Aek Godang Adiankoting.

Delima dan KSPPM mendukung masyarakat untuk menanam kembali dan merestorasi ekosistem, sekaligus meningkatkan tutupan pohon hutan dan ketahanan iklim alami. Meski dihadapkan dengan industri paling berkuasa di Sumatera Utara, Delima dan komunitas masyarakat adat berhasil mendapatkan hak pengelolaan sah atas hutan adat masyarakat. Ini kemenangan bagi ketahanan iklim, keanekaragaman hayati, dan hak masyarakat adat.

Selain Delima, beberapa tokoh dari Indonesia pernah mendapat penghargaan ini, yakni Loir Botor Dingit (1997),Yosepha Alomang (2001), Yuyun Ismawati (2009), Prigi Arisandi (2011), Aleta Baun (2013), dan Rudi Putra (2014).

Goldman Environmental Prize dirintis di San Francisco pada tahun 1989 oleh pemuka masyarakat dan filantropis Richard dan Rhoda Goldman. Selama 34 tahun, yayasan ini telah menorehkan dampak yang teramat besar pada planet ini.

Hingga kini, Goldman Environmental Prize telah memberi penghargaan kepada 219 pemenang, termasuk 98 perempuan di 95 negara. Sebagian besar pemenang ini kemudian menempati posisi pejabat pemerintah, kepala negara, pemimpin NGO, dan penerima Nobel.

“Kini, ketika dunia menyadari krisis lingkungan akut, seperti perubahan iklim, ekstraksi bahan bakar fosil, dan pencemaran udara dan air, kita makin sadar akan hubungan kita satu sama lain dan terhadap semua kehidupan di planet,” ujar John Goldman, Presiden Goldman Environmental Foundation.

“Aktivis akar rumput di Malawi yang tengah melawan pencemaran plastik di negaranya, terhubung dengan kita, begitu pun sebaliknya. Ia mengajari cara melakukannya di tempat tinggal kita. Pekerjaan ini, dan kehidupan kita, semuanya saling terkait.”

Penyerahan Anugerah akan dirayakan dalam seremoni langsung di Opera House San Francisco pada 24 April, pukul 05:30 PM PDT atau 25 April, pukul 07.30 WIB. Ini merupakan seremoni langsung (tatap muka) pertama sejak 2019. Seremoni ini akan dipandu oleh pendiri Outdoor Afro, Rue Mapp, beserta musisi tamu Aloe Blacc. Acara ini akan disiarkan langsung di kanal YouTube Goldman Environmental Prize.

Seremoni kedua akan diselenggarakan di Eisenhower Theater yang berlokasi di John F. Kennedy Center for the Performing Arts, Washington, DC, pada 26 April 2023, pukul 7:00 PM EDT. Seremoni ini akan dipandu oleh jurnalis pemenang Anugerah Pulitzer, dengan sambutan khusus oleh Nancy Pelosi, Mantan Ketua DPR AS.

Berikut peraih anugerah tahun ini:

AFRIKA (Chilekwa Mumba, Zambia)

Khawatir dengan pencemaran yang dihasilkan operasi Konkola Copper Mines di Provinsi Copperbelt, Zambia, Chilekwa Mumba mengajukan gugatan hukum untuk meminta pertanggungjawaban dari Vedanta Resources sebagai perusahaan induk tambang tersebut. Kemenangan Chilekwa di Mahkamah Agung Inggris menjadi preseden hukum, yang menandai pertama kalinya perusahaan Inggris dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh operasi anak perusahaannya di negara lain. Preseden serupa kemudian diterapkan guna meminta pertanggungjawaban Shell Global, salah satu dari 10 perusahaan terbesar di dunia berdasarkan pendapatan, atas pencemaran yang dilakukannya di Nigeria.

ASIA (Zafer Kizilkaya, Turki)

Dengan bekerja bersama koperasi nelayan setempat dan otoritas Turki, Zafer Kizilkaya memperluas jaringan kawasan konservasi laut (KKL) Turki sepanjang 498,9 km di pesisir Mediterania. Kawasan yang baru ditetapkan ini disahkan pemerintah Turki pada Agustus 2020 dengan cakupan perluasan jaringan KKP seluas 350 km2 yang bebas penggunaan pukat harimau/pukat cincin dan tambahan zona bebas penangkapan ikan seluas 70 km2. Ekosistem bahari Turki telah mengalami degradasi parah akibat penangkapan ikan secara ilegal dan berlebihan, pengembangan pariwisata, dan dampak perubahan iklim. Keberadaan sejumlah KKL tersebut membantu menanggulangi tantangan ini.

EROPA (Tero Mustonen, Finlandia)

Sejak April 2018, Tero Mustonen memimpin restorasi terhadap 62 lokasi bekas tambang gambut industri dan hutan yang terdegradasi parah di seluruh Finlandia, dengan luas total 34.802,96 ha, dan mengubahnya menjadi lahan basah dan habitat yang produktif, serta memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Dengan kekayaan bahan organiknya, lahan gambut merupakan penyerap karbon yang sangat efektif. Menurut Uni Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN), lahan gambut merupakan penyimpan karbon alami terbesar di bumi. Sekitar sepertiga dari luas permukaan Finlandia terdiri dari lahan gambut.

WILAYAH KEPULAUAN DAN NEGARA KEPULAUAN (Delima Silalahi, Indonesia)

Delima Silalahi memimpin kampanye untuk mendapatkan hak pengelolaan sah terhadap 7.213,12 ha tanah hutan tropis bagi enam kelompok Masyarakat Adat di Sumatera Utara. Berkat perjuangannya bersama komunitas, ia berhasil merebut kembali tanah ini dari perusahaan pulp dan kertas yang telah mengubah sebagian lahan ini menjadi hutan tanaman industri eukaliptus yang bukan merupakan tanaman asli dan dikembangkan secara monokultur. Keenam kelompok Masyarakat Adat ini telah memulai restorasi hutan sehingga menciptakan serapan karbon berharga di hutan tropis Indonesia dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi.

AMERIKA UTARA (Diane Wilson, Amerika Serikat)

Pada Desember 2019, Diane Wilson memenangkan kasus yang menjadi preseden melawan Formosa Plastics, salah satu perusahaan petrokimia terbesar di dunia, terkait pembuangan limbah plastik beracun secara ilegal di Pantai Teluk Texas. Penyelesaian senilai 50 juta dolar AS tersebut merupakan penghargaan terbesar dalam gugatan warga negara terhadap pencemar industri dalam sejarah Undang-Undang Air Bersih AS. Sebagai bagian dari penyelesaian, Formosa Plastics sepakat untuk mencapai target ‘nol-pembuangan’ limbah plastik dari pabrik Point Comfort, membayar denda hingga dihentikannya pembuangan limbah, serta mendanai remediasi lahan basah, pantai, dan badan air setempat yang terdampak.

AMERIKA SELATAN DAN TENGAH (Alessandra Korap Munduruku, Brasil)

Alessandra Korap Munduruku menghimpun upaya masyarakat dalam menghentikan pengembangan pertambangan oleh Anglo American, perusahaan tambang Inggris, di hutan hujan Amazon, Brasil. Pada Mei 2021, perusahaan berkomitmen secara resmi mencabut 27 proposal penelitian tambang yang disetujui di dalam wilayah Adat, termasuk Wilayah Adat Sawré Muybu, yang memiliki hutan hujan seluas lebih dari 161.874,26 ha. Keputusan ini dibuat untuk melindungi kawasan Amazon, hutan hujan terbesar di dunia sekaligus penyerap karbon signifikan secara global yang tengah terancam secara kritis akibat meningkatnya kegiatan penambangan dan deforestasi.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *