Menyikapi situasi yang berpotensi meresahkan dan menimbulkan rasa kurang aman-nyaman bagi Masyarakat Adat/Komunitas Lokal (MAKL) di wilayah Tamambaloh dan sekitarnya, Walhi Kalbar melalui Hendrikus Adam selaku Direktur Eksekutif Daerah setelah memperoleh dan menggali informasi mengenai situasi di lapangan menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
- Meminta Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan yang memiliki kewenangan menerbitkan izin bagi usaha perkebunan sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat 1 huruf b UU Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014, agar segera memberikan penjelasan dan kejelasan perihal sosialisasi yang telah dan akan terus dilakukan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Ichiko Agro Lestari di wilayah Tamambaloh dan sekitarnya;
- Poin pertama di atas penting dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman warga agar tidak resah atas proses sosialisasi yang dilakukan di saat warga sendiri secara historis telah memiliki sikap yang jelas (menolak) terkait hadirnya investasi (perkebunan sawit) berbasis hutan dan lahan dalam wilayah hidup mereka;
- Bupati Kapuas Hulu diharapkan dapat menjadi pelopor dalam mengayomi warga, menjaga dan menyelamatkan wilayah kelola rakyat yang dipimpinnya dari berbagai bentuk tindakan perusakan sumber daya alam. Terlebih Kapuas Hulu merupakan kabupaten konservasi yang juga menjadi bagian dari lingkar temu kabupaten lestari (LTKL).
“Sejumlah poin di atas penting menjadi perhatian Bupati Kapuas Hulu yang tentu memperoleh informasi lebih awal mengenai keberadaan perusahaan ini. Sementara upaya masyarakat sekitar untuk tegak lurus pada pendirian mereka mempertahankan wilayah kelola sebagai ruang hidup saat ini, jelas dilindungi undang-undang,” tegas Hendrikus Adam.
Menurut Adam, Sungai Embaloh merupakan urat nadi kehidupan masyarakat sekitar yang membentang dari Desa Pulau Manak melewati Banua Martinus, Banua Ujung, Saujung Giling Manik, hingga ke wilayah Desa Ulak Pauk dan bermuara ke Sungai Kapuas. Sungai itu menjadi sumber air baku untuk konsumsi bagi warga sekitar.
“Jika perusahaan sawit beroperasi, maka dipastikan akan mencemari sungai yang merupakan sumber air bagi lebih dari 3.135 jiwa maupun bagi warga di hilirnya. Ini berarti masyarakat akan kehilangan sumber air bersih akibat tercemar aktivitas maupun limbah perkebunan,” kata Adam.
Oleh karenanya, sambung Adam, pemerintah daerah perlu menghitung dengan cermat dampak sosial dan ekologis dari rencana usaha perkebunan sawit yang akan berusaha di daerah tersebut.
Berdasarkan informasi yang berkembang, pihak perusahaan menyatakan belum memiliki izin usaha perkebunan maupun izin HGU di daerah Kapuas Hulu, namun masih sebatas sosialisasi.
Kendati demikian, perusahaan dengan nama yang sama sudah operasional di wilayah Kubu Raya meliputi wilayah Kecamatan Kubu dan Terentang. Sementara kantor pusatnya berada di Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, dan kantor perwakilannya di Sungai Raya Dalam, Kelurahan Bangka Belitung Barat, Pontianak.*