Sekelompok Orang Intimidasi Tim Pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace

Avatar
Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace saat mendapat intimidasi dari sekelompok orang berseragam yang mengaku perwakilan masyarakat Probolinggo. Foto: Dok Greenpeace

Kolase.id – Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace diadang dan diintimidasi sekelompok orang dari beberapa organisasi masyarakat yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo.

Sekelompok ormas tersebut mendatangi tim Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di Probolinggo. Mereka menyatakan menolak kegiatan bersepeda dan kegiatan kampanye Chasing the Shadow di Bali.

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak mengatakan salah satu temannya yang ikut dalam rombongan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan.

“Kami juga diminta untuk tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali,” kata Leonard Simanjuntak melalui siaran pers yang dirilis Selasa (8/11/2022).

Dia menjelaskan, tim pesepeda sudah mengalami intimidasi sejak berada di Semarang, baik dari orang-orang tak dikenal maupun yang berseragam polisi. Sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace yang sedang on air di sebuah stasiun radio.

Mereka menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Semarang, padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut. Di Semarang, Greenpeace menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik di Gedung Oudetrap, Kota Lama.

Sejumlah aparat berseragam Korps Bhayangkara dan militer juga kerap terlihat di tempat-tempat yang didatangi para pesepeda dan tim Greenpeace Indonesia, seperti di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, dan di Desa Tegaldowo, Gunem, Rembang.

Represi semakin meningkat saat tim bergerak dari Semarang menuju Surabaya. Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.

“Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, di mana ancaman jika kami melanjutkan perjalanan disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan,” terang Leonard Simanjuntak.

Menurutnya, hal ini sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi negara ini. Pola represif semacam ini juga banyak terlihat dalam kasus-kasus perampasan lahan, seperti di Kendeng dan Kulonprogo.

“Dalam kampanye, kami selalu menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan. Pesan kampanye kami dalam tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, serta mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan kita, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan,” terang Leonar Simanjuntak.

Bersepeda, sambungnya, merupakan salah satu cara Greenpeace mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim.

Salah satu solusi untuk mencegah dampak krisis iklim adalah dengan melakukan akselerasi transisi energi. Dalam dokumen NDC, jika Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), transisi energi adalah hal mutlak yang harus dilakukan secara serius, ambisius, dan adil.

Hal ini merupakan seruan tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace yang disampaikan secara damai, kreatif, dan terbuka. Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tidak bisa berjalan sendiri untuk menangani krisis iklim dan membutuhkan partisipasi publik.

Namun ironisnya, kata Leonard Simanjuntak, partisipasi warga negara untuk menyuarakan krisis iklim sekaligus solusinya justru dihadapkan pada tindakan represif dan pembatasan ruang demokrasi.

Leonard Simanjuntak mengingatkan pengurus negara akan pentingnya ruang demokrasi bagi masyarakat sipil sebagai prasyarat untuk mewujudkan keadilan iklim.

“Kami mendesak agar pemerintah menghentikan upaya represif terhadap aktivis yang tengah menyuarakan keadilan iklim. Negara harus menjamin kebebasan berpendapat seluruh warga,” pinta Leonard Simanjuntak.

Greenpeace menilai, negara tidak akan maju jika masih mengedepankan represi terhadap aksi-aksi kreatif untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Polisi juga harus menjalankan perannya untuk memberikan rasa aman, bukan malah menciptakan ketakutan bagi warga negara.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *