Pemkot Bogor Kendalikan Sampah Plastik dengan Kebijakan “Botak”

Dasar hukumnya merujuk pada Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 61 Tahun 2018 tentang Bogor Tanpa Kantong Plastik

Avatar
Green Press Community SIEJ menggelar konferensi dengan tema "Narasi, Inspirasi, dan Kebijakan Dalam Pengelolaan Sampah Plastik di Perkotaan" di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail Jakarta, Kamis (9/11/2023). Foto: Dok. SIEJ

Kolase.id – Pemerintah Kota Bogor punya cara tersendiri untuk mengendalikan sampah plastik yang volume penggunaannya kian tinggi. Jika penggunaan plastik tidak ditangani serius, akan menyebabkan permasalahan bagi lingkungan dan manusia.

Seperti diketahui, sampah plastik sulit terurai oleh proses alam (non-biodegradable), dan merupakan salah satu pencemar xenobiotik (pencemar yang tidak dikenal oleh sistem biologis di lingkungan mengakibatkan senyawa pencemar terakumulasi di alam).

Wakil Wali Kota Bogor Dedie Abdu Rachim menyampaikan, Pemerintah Kota Bogor telah melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan sampah plastik. Salah satunya melalui gerakan “Bogor Tanpa Kantong Plastik,” atau disingkat “Botak”.

Hal itu disampaikan Dedie dalam konferensi “Narasi, Inspirasi, dan Kebijakan Dalam Pengelolaan Sampah Plastik di Perkotaan”, yang menjadi agenda Green Press Community oleh Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of lndonesia Environmental Journalists/SIEJ) di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta, Kamis (9/11/2023).

Di awal penerapannya, Dedie mengaku gerakan tersebut sempat menuai sejumlah penolakan dari swalayan modern, perusahaan plastik, serta masyarakat yang memang selama ini enggan dibuat ribet dengan permasalahan kantong belanja.

Padahal, kata dia, gerakan Bogor Tanpa Kantong Plastik tersebut telah siap untuk diimplementasikan, usai Pemkot menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 61 Tahun 2018 tentang Bogor Tanpa Kantong Plastik.

“Mengubah ini memang tidak mudah, butuh proses. Jadi memang pada saat itu semua dilibatkan, toko-toko modern juga dilibatkan. Disampaikan semua regulasinya,” kata Dedie.

Namun berkat komunikasi dan koordinasi dengan para stakeholder, gerakan yang bermuara pada pengendalian sampah plastik tersebut sampai saat ini masih bisa terus berjalan.

Selain melalui gerakan tersebut, pihaknya juga melakukan upaya pengolahan sampah plastik dengan menggandeng World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, organisasi non-pemerintah internasional yang menangani masalah-masalah konservasi, penelitian, dan restorasi lingkungan.

“Sebetulnya ini bukan hal baru, di kota lain juga ada. Tetapi kita ingin membuat sirkular ekonominya agar lebih menarik,” ucap Dedie.

Kelak, sampah-sampah yang ada di Bogor dimanfaatkan menjadi papan balok yang tentu akan membawa manfaat ekonomi yang lebih besar.

Adapun sejauh ini, baru ada satu TPS di Bogor yang telah menerapkan pengelolaan sampah plastik, yakni TPS Mekar Wangi. Karenanya, Dedie menantang WWF untuk memberikan pendanaan guna memperluas pengelolaan sampah plastik di TPS lain di Bogor.

“Memang kita punya 27 TPS, tetapi belum semua seperti ini, dan ini jadi tantangan WWF,” tuturnya.

Green Press Community merupakan ajang perdana yang diorganisasi oleh Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (The Society of Indonesian Environmental Journalists/SIEJ) guna menghimpun ide dan memantik gerakan bersama untuk melestarikan lingkungan hidup di Indonesia.

Berlangsung sejak Rabu (8/11), GPC menghadirkan berbagai learning session, talk show, dan konferensi yang melibatkan ratusan peserta dari berbagai kalangan, termasuk pers, organisasi non-pemerintah, dan mahasiswa.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *