Masyarakat Adat Iban Menua Sungai Utik Gelar Festival Rimba

Ajang mengenalkan kebudayaan masyarakat adat Dayak di jantung Kalimantan

Avatar
Tradisi penyambutan tamu masyarakat Dayak Iban Sungai Utik, Kapuas Hulu. Foto: Dok. Panitia Festival Rimba

Kolase.id – Masyarakat Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, bikin kejutan di pengujung Juli 2023. Mereka menggelar Festival Rimba sebagai langkah strategis mempromosikan kebudayaan masyarakat adat Dayak Iban yang ada di jantung Kalimantan.

Festival ini tidak hanya menyajikan serangkaian pertunjukan, tetapi juga mengangkat kepedulian terhadap pelestarian hutan Kalimantan. Oleh karena itu, festival ini dilaksanakan di jantung hutan dan dekat dengan budaya asli masyarakat Kapuas Hulu.

Rumah Panjai (Betang) Dayak Iban di Sungai Utik, merupakan lokasi yang cukup memenuhi syarat dalam mewadahi konsep festival ini. Rumah Panjai Iban Sungai Utik secara arsitektural sangat bagus, dengan lingkungan yang bersih dan terpelihara.

Masyarakat Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik merupakan masyarakat adat yang pertama mendapatkan sertifikat Ekolabel, mendapat penghargaan Kalpataru 2019, Equator Prize tahun 2019 dari UNDP, telah mendapat pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat dari Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu dengan Surat Keputusan No. 561/2019 Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik Kabupaten Kapuas Hulu.

Selain itu, Masyarakat Adat Iban Menua Sungai Utik telah mendapatkan SK Hutan Adat yang pertama di Kabupaten Kapuas Hulu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Nomor: SK.3238/MENLHKPSKL/PKTHA/PSL.1/5/2020, Tentang Penetapan Hutan Adat Masyarakat Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik. Serta penghargaan yang diterima pada 19 Juli 2023 lalu dari Gulbenkian Prize for Humanity di Lisbon Portugal yang diterima Apai Janggut ”Bandi”.

Masyarakat Adat Iban Sungai Utik juga masih memiliki hutan adat yang cukup luas, serta menghasilkan kerajinan tangan yang indah seperti gelang resam, tenun, tikar-tikar rotan, dan lain-lain. Hal terpenting lainnya, warga Rumah Panjai Sungai Utik memiliki keramahan dalam menerima tamu, sesuai dengan budaya masyarakat adat Dayak di Kalimantan Barat.

Festival Rimba di Rumah Panjai Sungai Utik sebagai rintisan awal dari festival yang akan diadakan ke depan. Tidak menutup kemungkinan di masa mendatang festival ini bisa dilakukan secara bergiliran di rumah betang lainnya. Intinya melalui jalan kebudayaan dan kebersamaan, pelestarian hutan Kalimantan sebagai warisan dunia bisa terealisasi.

Persembahan lagu “Kami Anak Sungai Utik” oleh anak-anak Sungai Utik. Foto: Dok. Panitia Festival Rimba

Ketua Panitia Festival Rimba Joni Vercelli Manehat mengatakan ada pesan khusus yang ingin disampaikan melalui festival ini. “Kami ingin ke depan semakin banyak pengakuan masyarakat adat di wilayah Kapuas Hulu,” katanya.

Melalui festival ini, kata Joni, pihaknya ingin semakin banyak yang meningkatkan kepedulian terhadap pelestarian hutan di Kalimantan sekaligus mendorong pariwisata di Kapuas Hulu. Festival diadakan pada tanggal 28-30 Juli 2023.

Festival ini diisi dengan sejumlah seminar. Salah satu topik yang dibahas adalah urgensi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat dan hutan adat di Indonesia. Ada juga pameran produk, pameran foto, pemutaran film, pertunjukan musik, pertunjukan tari dan sastra, serta permainan tradisional.

Kegiatan lain dalam festival ini adalah menjelajah hutan. Program ini diselenggarakan agar pengunjung mengetahui secara langsung bagaimana kehidupan masyarakat adat dalam memelihara hutannya. Pengunjung bisa melakukan perjalanan ke pondok hutan melalui susur sungai serta menyusuri hutan dengan berjalan kaki.

Bupati Kapuas Hulu dalam kegiatan ini diwakilkan oleh Drs. Mohd Zaini selaku Sekretariat Daerah Kabupaten Kapuas Hulu mengucapkan apresiasi semua jajaran yang telah mendukung kegiatan ini.

Sektor pariwisata menjadi salah satu pemasuk devisa negara. Kabupaten Kapuas Hulu sebagai salah satu wilayah yang memiliki tutupan hutan tropis terbesar di dunia dengan ragam hayatinya, keberagaman seni dan budaya sebagai letak geografis kabupaten dengan batas negara memiliki peluang besar pariwisata, khususnya ekowisata.

”Kami berharap semua pihak mendukung acara ini. Mari wujudkan Kapuas Hulu sebagai tempat wisata aman dan berkualitas. Harapannya festival ini dapat menjadi event tahunan. Apresiasi yang besar juga kami ucapkan kepada semua yang hadir di Sungai Utik”.

Festival Rimba Sungai Utik digelar oleh masyarakat adat dengan dukungan sejumlah lembaga, misalnya Serakop Iban Perbatasan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, dan Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan.

Kepala Desa Batu Lintang Raymundus Remang mengatakan Festival Rimba ini sangat penting bagi Desa Batu Lintang dan Kapuas Hulu. Kegiatan ini dapat dilaksanakan atas kolaborasi berbagai pihak.

Kami ingin melestarikan dan memperkenalkan budaya yang ada di Masyarakat Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik melalui festival ini. Kami melakukan ini secara mandiri dan dengan dukungan dari teman-teman yang sangat peduli dengan Masyarakat Adat Dayak Iban Menua Sungai Utik agar bisa menyelenggarakan di tahun ini. Semua masyarakat di Rumah Panjai bergotong royong menyukseskan acara ini.

Raymundus Remang menambahkan ekowisata sangat penting bagi Sungai Utik. Orang luar melihat Sungai Utik bagaikan surga di negeri ini. Berbagai penghargaan penting yang diraih oleh Sungai Utik memiliki makna bahwa kami harus melestarikan adat dan budaya.

”Dayak Iban ingin dikenal bukan hanya karena penghargaan, tapi juga karena kami memiliki adat dan budaya yang masih utuh dan dilestarikan hingga saat ini. Kami ingin menyuarakan adat dan budaya yang kami miliki,” kata Ketua Serakop Iban Perbatasan (SIPAT) Herkulanus Sutomo Manna.

Kondisi Indonesia yang masih belum memiliki payung hukum perlindungan terhadap masyarakat adat mengakibatkan situasi yang sangat mengkhawatirkan, dan menyebabkan masyarakat adat berada di posisi marjinal. Urgensi untuk menghadirkan harmonisasi kebijakan-kebijakan yang melindungi dan merangkul masyarakat adat harus terus didorong agar segera disahkan.

”Kami ingin mengetuk hati semua orang bahwa kepedulian terhadap masyarakat adat dan budaya yang dimiliki dari masyarakat adat harus dijaga. Kami ingin tidak hanya orang-orang yang peduli lingkungan dan masyarakat adat saja yang menyuarakan hal ini namun negara juga harus turut hadir. Kegiatan ini juga menjadi salah satu cara kami untuk mendorong RUU Masyarakat Adat”, jelas Herkulanus Sutomo Manna.

Festival Rimba menjadi momen penting untuk kembali mengingatkan masyarakat dan pemerintah bahwa masyarakat adat adalah bukti dan teladan dalam hal cara menyeimbangkan kembali hubungan dengan alam, termasuk kemampuan untuk beradaptasi di tengah perubahan-perubahan atas lingkungan, krisis iklim, dan modernisasi. Perjuangan ini perlu didukung oleh komunitas lain.

“Selain itu kami ingin negara mendorong keterlibatan dan kebijakan penuh mengenai masyarakat adat. Kami ingin dukungan penuh dari pemerintah, bukan hanya slogan saja namun bukti kebijakan yang nyata,” kata Sutomo.

Hutan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat adat yang telah menopang kehidupan sehari-hari, dan juga titipan bagi generasi yang akan datang. Hutan menjadi salah satu kekayaan penting bagi masyarakat adat untuk menjamin kesejahteraan hidupnya, maka dari itu dalam momentum ini, perlu direfleksikan kembali hak-hak masyarakat adat atas hak ulayat dan wilayahnya, bagi mereka yang bernaung di dalam NKRI, sudah sewajarnya masyarakat adat mendapatkan keadilan dan perlindungan melalui pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *