Empat Tahun Warga Belum Terima Ganti Rugi Lahan Bandara Singkawang

Avatar
Wali Kota Singkawang Tjhai Chui Mie bersama Tim Pelaksana Fasilitas PDF Proyek Bandar Udara Singkawang saat meninjau lokasi bandara pada 28 September 2021. Foto: Dok Setda Kota Singkawang.

Kolase.id – Di tengah percepatan pembangunan bandar udara Singkawang, rupanya ada sejumlah warga terdampak yang belum mendapatkan ganti rugi lahan. Selama empat tahun mereka juga harus menghadapi gugatan demi gugatan.

Saat ini sebanyak 23 warga terdampak lahan bandara kembali digugat oleh pengusaha sawit Singkawang, yaitu Keddy alias A Kiak dalam perkara perdata di Pengadilan Negeri Singkawang.

Sebelumnya pada 2018, penggugat juga pernah melayangkan gugatan kepada warga, namun kalah hingga tingkat Mahkamah Agung. Tahun 2022 ini gugatan Keddy terhadap 23 warga memasuki babak baru lagi.

Pada Rabu kemarin (12/10/2022), kedua belah pihak bertemu untuk mediasi namun berakhir deadlock. Dengan demikian mediasi dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. Dalam perkara perdata wanprestasi ini, Pemkot Singkawang turut menjadi pihak tergugat.

“Kami akan jalan terus. Siap menghadapi gugatan demi gugatan,” kata Saman, warga tergugat yang didampingi kuasa hukum Charlie Nobel, Akbar Firmansyah, dan Deni Kristanto, usai mengikuti mediasi di Pengadilan Negeri Singkawang, Rabu (12/10/2022).

Saman adalah warga transmigrasi dari Pulau Jawa yang tinggal di SP 1, Kelurahan Pangmilang, Singkawang, sejak tahun 2004.

Pihak penggugat dan tergugat dulunya pernah bekerja sama membuat koperasi yang mengurus lahan perkebunan. Kerja sama itu berantakan dan tidak bisa dilanjutkan. Namun ketika proyek pembangunan bandara mulai bergerak, konflik tanah mencuat.

Konflik tanah lahan bandara Singkawang muncul tahun 2018. Saat itu warga sebagai Pihak yang berhak menerima ganti kerugian dalam proyek pembangunan bandara sedang mengikuti proses pembebasan lahan bandara.

Belum saja masuk tahapan penilaian appraisal, muncullah surat undangan dari Wali Kota Singkawang yang mempertemukan 23 warga Pangmilang dengan pengusaha sawit di kantor Wali Kota Singkawang.

Terjadilah kesepakatan antara warga dan pengusaha yang dimediasi oleh Wali Kota Singkawang.

Pengusaha sawit mendapatkan 60 persen biaya ganti rugi lahan ditambah seluruh tanam tumbuh di atas tanah menjadi miliknya. Warga saat itu yang tak didampingi siapa pun, ikut saja. Meski demikian, pada Mei 2018, Keddy tetap melayangkan gugatan soal kepemilikan tanah usai pertemuan itu.

Warga pemilik lahan merasa dikhianati dari pertemuan dengan Wali Kota Singkawang. Warga akhirnya fokus dengan gugatan. Perhatian mereka terhadap masalah pembebasan lahan bandara teralihkan.

Sementara warga pemilik lahan masih berkonflik, Pemkot Singkawang terus memacu proses pembangunan bandara.

“Kami merasa ditinggalkan oleh Pemkot Singkawang. Setelah lahan dibeli dan diserahkan kepada Kementerian Perhubungan, kami dibiarkan berjuang sendirian menghadapi gugatan demi gugatan,” kata Yusrin.

Yusrin mengatakan, selama kurang lebih empat tahun, warga transmigrasi dari Jawa ini berjuang mendapatkan hak mereka. Mantan sekretaris koperasi sawit ini terus berusaha mendampingi warga karena dulunya sama-sama membangun koperasi.

Setelah perjuangan panjang di pengadilan sejak tahun 2018, mulai dari PN Singkawang, Pengadilan Tinggi Pontianak, sampai akhirnya Mahkamah Agung.

Pada April 2022, MA memutuskan menolak peninjauan kembali penggugat yaitu Keddy alias Akiak terhadap tergugat yaitu Saman dkk. Putusan itu juga menghukum penggugat untuk membayar perkara sebesar Rp2,5 juta. Hanya saja, dalam perkara yang sama, Keddy kembali menggugat warga.

“Kami sudah senang dengan keputusan MA. Kami pikir dari putusan MA ini bisalah warga mendapatkan uang ganti rugi yang telah dititipkan di pengadilan empat tahun lalu itu. Ternyata harus menghadapi gugatan kembali. Ini hanya akal-akalan A Kiak saja,” kata Yusrin.

Lahan Bandara Singkawang

Bandar udara Singkawang diperkirakan menggunakan lahan seluas 151,54 hektar di Kelurahan Pangmilang, Singkawang Selatan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Pemkot Singkawang, biaya pengadaan tanah lahan bandara Singkawang menelan biaya Rp14,2 milyar lebih dari dana APBD Singkawang.

Ketika status tanah masih berkonflik di pengadilan, Pemkot Singkawang pada tahun 2020 telah menghibahkan tanah kepada Kementerian Perhubungan.

Harga tanah yang diberikan kepada 23 warga yang sedang berkonflik sebesar Rp7.200 rupiah per meter persegi.

Sementara uang ganti kerugian sudah dititipkan di Pengadilan Negeri sejak tahun 2018. Warga tak bisa mengambil karena masih berperkara di pengadilan.

Selain 23 warga yang berperkara di pengadilan, masih ada warga terdampak pembangunan bandara yang menolak harga ganti kerugian yang telah ditetapkan Pemkot Singkawang.

Pembangunan bandara Singkawang dikebut agar tahun 2024 bisa beroperasi dan diresmikan oleh Presiden.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *