Kolase.id – Dua individu orangutan (Pongo pygmaeus) hasil rehabilitasi dilepasliarkan di Sungai Jepala Lala, Sub DAS Mendalam. Kawasan tersebut merupakan wilayah kerja Resort Nanga Hovat, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Padua Mendalam, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kedamin, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum (BBTNBKDS).
Pelepasliaran ini merupakan tahapan ke-14 sejak 2017, setelah sebelumnya berhasil melepasliarkan sejumlah 30 individu orangutan di kawasan Sub Das Mendalam Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum.
Penentuan lokasi pelepasliaran setelah melalui kajian habitat ditinjau dari kesesuaian dengan preferensi habitat orangutan, baik dari segi pakan, ruang, sumber air, dan tutupan hutan serta jauh dari lokasi permukiman masyarakat.
Dua individu orangutan yang dilepasliarkan ini merupakan satwa hasil penyelamatan Balai KSDA Kalbar dari masyarakat. Satu individu orangutan berjenis kelamin betina dievakuasi dari masyarakat di Kabupaten Mempawah pada 2020. Satu individu lainnya berjenis kelamin jantan berasal dari Kabupaten Melawi.
Dalam rangka pemulihan kondisi dan sifat liarnya, kedua orangutan telah menjalani proses rehabiltasi di Sekolah Hutan Tembak oleh Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang. Saat ini kedua orangutan berusia delapan tahun.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat RM Wiwied Widodo menyampaikan, proses menuju pelepasliaran orangutan sangat panjang dan mahal. “Namun begitu kami memastikan semua prosedur dari awal sampai pelepasliaran, baik terkait administrasi maupun satwanya sendiri sudah memenuhi persyaratan dan sudah siap untuk dilepasliarkan,” sebutnya.
Wiwied mengapresiasi semua pihak yang telah bekerja keras dalam membantu upaya pelepasliaran kedua orangutan ini mulai dari penyelamatan, rehabilitasi, sampai pelepasliaran sehingga berjalan dengan lancar dan sesuai prosedur.
Kedua individu orangutan ini telah menjalani rehabiltasi selama tiga sampai empat tahun. Selama dua tahun terahir mereka menjalani proses pengenalan alam Sekolah Hutan Tembak di Jerora. Keduanya telah memiliki kemampuan lokomosi yang baik, pengenalan berbagai jenis pakan, dan memiliki keterampilan membuat sarang dan merenovasi sarang lama.
Pelepasliaran orangutan kali ini memang lebih spesial dari kegiatan-kegiatan pelepasliaran orangutan sebelumnya. Dari 13 kali kegiatan pelepasliaran yang telah dilakukan oleh BKSDA Kalbar bersama BBTNBKDS dan YPOS, baru kali ini melibatkan banyak pihak dan elemen masyarakat.
Pelepasliaran ini dihadiri para stakeholder lingkup Pemkab Kapuas Hulu, pengadilan negeri, tokoh adat, dan perangkat desa, masyarakat peduli konservasi, Pokdarwis Desa Datah Dian, kader konservasi, serta masyarakat yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Betung Kerihun.
Giling, tokoh adat sekaligus perwakilan masyarakat mengatakan dirinya sangat senang dengan adanya pelepasliaran orangutan ini. Semoga kedua orangutan ini dapat hidup senang di alamnya.
Kesia Bong Sukhin, seorang kader konservasi yang berkesempatan ikut pelepasliaran mengatakan, dirinya sebagai generasi muda ikut bertanggung jawab menjaga dan melestarikan orangutan, mamalia yang paling cerdas dan bertugas menjaga ekosistem hutan kita. “Jadi mulai sekarang, mari kita melestarikannya,” pintanya.
Kepala BBTNBKDS Sadtata Noor Adirahmanta dalam keterangannya mengaku selama ini banyak pihak lupa dan asyik sendiri dalam mengurusi konservasi. Pelibatan stakeholder dan elemen masyarakat dalam pelepasliaran orangutan kali ini bertujuan menanamkan nilai-nilai konservasi serta menimbulkan rasa kepedulian masyarakat dalam upaya pelestarian alam.
Konsep Konservasi Inklusif diharapkan dapat menggerakkan masyarakat untuk ikut berperan dalam menjaga alam serta kelestarian satwa liar termasuk orangutan.
“Beri panggung kepada para pihak serta masyarakat dalam kegiatan pelepasliaran seperti ini. Dengan demikian, di bawah alam sadar mereka akan menerima hal baik ini sebagai tugas dan tanggung jawabnya untuk terus berperan dalam menjaga alam. Menjaga alam, menjaga ekosistem, menjaga satwa (orangutan) bukan hanya tugas pemerintah atau mitra konservasi tetapi merupakan tugas bersama,” tutup Sadtata.
Pascapelepasliaran, kedua individu orangutan dilakukan pemantauan untuk memastikan orangutan yang dilepasliarkan bisa beradaptasi dan bertahan hidup di alam liar. Pemantauan dengan metode nest to nest dengan mengikuti orangutan mulai dari bangun di pagi hari hingga tidur di sore hari selama tiga bulan.*