DI TENGAH hiruk-pikuk politik nasional, kabar baik datang pada 5 Agustus 2025 di Jakarta: terbentuknya Kaukus Parlemen Hijau Daerah (KPHD) dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologi ke-6. Bukan sekadar forum baru di DPRD, KPHD menjadi penanda bahwa kesadaran ekologis mulai masuk ke ruang pengambilan keputusan politik.
Deklarasi dihadiri Wakil Menteri Lingkungan Hidup Diaz Hendropriyono, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto, 25 kepala daerah, dan perwakilan pemerintah daerah dari seluruh Indonesia.
KPHD menyepakati empat komitmen utama:
- Mendorong kebijakan daerah responsif terhadap krisis iklim dan ketimpangan sosial.
- Mengawal pendanaan ekologis, termasuk skema Transfer Fiskal Ekologis (EFT).
- Menjamin perlindungan hak masyarakat atas pesisir, hutan, dan gambut.
- Menolak eksploitasi lingkungan yang melanggar hak rakyat dan mendorong penegakan hukum.
Deklarasi ini menegaskan bahwa pembangunan tidak cukup diukur dari pertumbuhan ekonomi, tetapi juga keberlanjutan ekologi dan keadilan sosial.
Kita hidup di masa krisis lingkungan tak bisa diabaikan. Sungai keruh bukan hanya akibat hujan deras, melainkan karena hutan di hulu gundul. Udara panas bukan sekadar cuaca ekstrem, tetapi tanda bumi kelelahan akibat krisis iklim. Pembangunan yang mengabaikan kelestarian alam mungkin mencatat pertumbuhan hari ini, namun menulis bab kehancuran di masa depan.
KPHD mencoba membalik narasi itu—dari pembangunan eksploitatif menjadi regeneratif, dari mengejar pertumbuhan jangka pendek menjadi menjaga keberlanjutan jangka panjang.
Kelahiran KPHD bertepatan dengan dimulainya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045, tonggak menuju Indonesia Emas. Pemerintah telah menekankan kedaulatan pangan, energi bersih, dan kelestarian alam. Namun visi itu hanya akan terwujud jika dijaga di daerah—tempat kebijakan bersentuhan langsung dengan tanah, air, hutan, dan rakyat.
Tantangan yang dihadapi nyata: banjir bandang, kekeringan, kebakaran hutan, polusi udara, hingga krisis pangan. Ini bukan masalah yang bisa dipecahkan satu kementerian saja, melainkan butuh orkestrasi kolektif. Di sinilah KPHD bisa berperan sebagai dirigen yang mengharmonikan pemerintah daerah, parlemen, masyarakat sipil, pelaku usaha, media, dan komunitas.