Jikalahari Polisikan Lima Korporasi Terduga Tindak Pidana Karhutla di Riau

Luas areal karhutla di lima areal perusahaan ini mencapai 179 hektare

Avatar
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melaporkan lima korporasi terduga tindak pidana karhutla ke Polda Riau. Foto: Dok. Jikalahari

Kolase.id – Jikalahari melaporkan dugaan tindak pidana lingkungan hidup berupa pencemaran udara dan terlampauinya kriteria baku kerusakan lingkungan hidup akibat kebakaran hutan dan lahan di dalam izin lima korporasi hutan tanaman industri dan sepanjang Juli 2025.

Kelima korporasi itu di antaranya PT Arara Abadi (HTI) Distrik Rohil, PT Riau Andalan Pulp and Paper (HTI) estate Pelalawan, PT Ruas Utama Jaya (RUJ) di Dumai, PT Perawang Sukses Perkasa Industri (PSPI) Kampar Kiri dan PT Selaras Abadi Utama (SAU) Pelalawan.

Laporan temuan Jikalahari diserahkan kepada Dirreskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ade Kuncoro didampingi Wadirreskrimsus AKBP Basa Emden Banjarnahor dan jajaran.

“Jikalahari mengucapkan terima kasih kepada Kapolda Riau, telah membuka ruang partisipasi publik untuk mendorong penegakan hukum terhadap pelaku yang terlibat karhutla,” kata Okto Yugo Setiyo, Koordinator Jikalahari di Pekanbaru, Senin (4/8/2025).

Dari hasil analisis hotspot dan citra satelit serta pengecekan langsung ke lapangan pada 17 sampai 27 Juli 2025 menemukan areal tersebut terbakar dengan luas karhutla di lima areal perusahaan ini mencapai 179 hektare. Karhutla di lima korporasi tersebut berdampak pada kondisi udara di Riau yang mengakibatkan ISPU di level Sangat Tidak Sehat.

Secara garis besar, temuan menunjukkan pertama, benar karhutla terjadi dalam areal izin lima korporasi yang tidak jauh dari tanaman akasia. Kedua, ditemukan kanal korporasi, ketiga, ditemukan tanaman akasia dan sawit yang diperkirakan berusia sekitar 3 – 5 tahun.

Keempat, lahan yang terbakar sebagian besar berada dalam kawasan gambut, bahkan terjadi dalam areal prioritas restorasi. Kelima, ditemukan tegakan hutan alam ikut terbakar, dan keenam, tidak terlihat menara pemantau api di sekitar areal terbakar yang menunjukkan tidak lengkapnya sarana prasarana pengendalian karhutla dari perusahaan seperti menara pantau api.

Menurut Okto, karhutla yang terjadi dalam areal korporasi ini harus menjadi prioritas dalam penegakkan hukum karhutla mengingat korporasi adalah badan hukum yang memiliki pengetahuan tentang hukum. “Mereka tidak punya tanggung jawab yang jelas untuk menjaga konsesinya,” tegasnya.

Selain itu, sambung Okto, perusahaan tidak siap menjaga areal konsesinya sehingga menyebabkan karhutla, baik sengaja ataupun karena kelalaian. Hal ini mengakibatkan terlampauinya baku mutu ambien atau baku mutu kerusakan lingkungan sesuai Pasal 98 atau Pasal 99 Ayat UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat menjadi landasan perusahaan dikenakan sanksi pidana.

Laporan ini adalah bentuk partisipasi publik mendukung penegakkan hukum kepada Polda Riau yang selaras dengan kebijakan green policing.

“Kami mendorong dan memberi dukungan penuh kepada Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan, yang sejak awal berjanji akan menindak pelaku karhutla tanpa pandang bulu, khususnya pelaku dari korporasi,” kata Okto.

Okto menegaskan bahwa penegakan hukum dan sanksi tegas terhadap korporasi sangat penting untuk memberikan rasa keadilan bagi warga yang menjadi korban asap.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *