Sosial  

Bappenas : Anjongan, Miniatur Kebinekaan

Avatar
Bappenas
Uskup Agung Pontianak menyerahkan Cindera Mata kepada perwakilan Bappenas.

Kolase.id – Sejumlah pemuka agama Katolik di Keuskupan Agung Pontianak menghadiri pertemuan PSE-KKP Regio Kalimantan di Rumah Retret Anjongan, Kabupaten Mempawah, Kalbar.

Kegiatan ini juga diisi dengan seminar sehari bersama Bappenas yang mengusung tema “Bergerak Bersama Masyarakat Menuju Kalimantan Baru” yang berlangsung dari 19 hingga 23 April 2022 mendatang.

Perwakilan Bappenas, Chairil Abdini menjelaskan sejumlah alasan tentang keputusan Presiden Jokowi terkait rencana perpindahan ibu kota negara.

Menurutnya ini dimulai pada 1957 dalam pemerintahan Soekarno. Kemudian lanjut pada masa pemerintahan Soeharto pada 1990. Pada tahun 1997 diterbitkan Keppres No.1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri. Sedangkan pada tahun 2010 yaitu di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono wacana ini kembali mengemuka, dan terakhir, di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Saat itu Presiden Jokowi menunjuk Bappenas untuk membuat kajian tentang pemindahan ibukota ke luar Jawa. Palangkaraya disebut sebagai salah satu kandidat. Dari beberapa lokasi yang dikaji Bappenas akhirnya Presiden Jokowi memilih lokasi di Kalimantan Timur,” kata Chairil Abdini di Anjongan, Kamis (21/4/22)

Rencana ini kemudian ditindaklanjuti oleh Mentri Bappenas dengan mengkaji setidaknya ada tiga pokok kajian untuk mematangkan perencanaan tersebut.

Pertama yang dilihat adalah dari aspek manajemen ekonomi, sosial dan lingkungan. Chairil Abdini kemudian juga menjelaskan setidaknya ada aspek yang krusial yaitu pada aspek politik di mana salah satu alasan dari aspek politik itu menyatakan karena tren kegiatan ekonomi dan penduduk cenderung terkonsentrasi di pulau Jawa maka kondisi ini memberi kesan pembangunan di Indonesia berorientasi Jawa Sentris.

Menurut Chairil Abdini , visi Ibu Kota Negara tersusun ada 8 Prinsip dan 24 KPI IKN sebagai Kota Berkelas Dunia.  Pertama, Ibu Kota didesain sesuai dengan bentuk alam. Jadi lebih besar >75 persen dari 256k HA area untuk ruang hijau (65 persen area dilindungi dan 10 persen produksi makanan).

Kemudian 100 persen penduduk dapat mengakses ruang hijau rekreasi dalam 10 menit. Dan 100 persen penggantian ruang hijau untuk setiap bangunan bertingkat institusional, komersial, dan hunian (bangunan >4 lantai).

Poin selanjutnya adalah tentang konsep Bhinneka Tunggal Ika, 100 persen ruang publik dirancang menggunakan prinsip akses universal, kearifan lokal dan desain inklusif.

“Dalam hal Ini Uskup Agustinus sudah melakukannya di Anjongan, dan Anjongan ini juga semacam miniatur dari Kebinekaan,” kata Chairil Abdini.

Chairil Abdini  juga memuji desain Anjongan yang sudah menerapkan manfaat alam dengan mendesain sirkulasi alam untuk ruang pertemuan, ruang makan hingga kamar.

Konsep seperti ini yang ke depan akan dipakai untuk IKN dan dalam hal ini Uskup Agustinus sudah memulainya.

Prinsip ketiga ada prinsip yang terhubung, Aktif dan Mudah Diakses. Dari 80 persen perjalanan dengan transportasi publik atau mobilitas aktif 10 menit ke fasilitas penting dan simpul transportasi publik lebih kurang <50 menit Koneksi transit ekspres dari KIPP ke bandara strategis pada tahun 2030.

Prinsip keempat ada Rendah Emisi Karbon, Instalasi kapasitas energi terbarukan akan memenuhi 100 persen kebutuhan energi IKN, 60 perswn penghematan energi untuk konservasi energi dalam gedung Net Zero emission untuk IKN (saat beroperasi) di 2045 di kawasan 256K Ha.

Selanjutnya ada prinsip Sirkuler dan Tangguh. Maksudnya lebih besar >10 persen dari lahan 256K Ha tersedia untuk kebutuhan produksi pangan 60 persen daur ulang semua timbulan limbah di tahun 2045 100 persen air limbah akan diolah melalui sistem pengolahan pada tahun 2035.

Lanjut lagi yaitu ada prinsip Aman dan Terjangkau. Pemukiman di kawasan 256k memiliki akses terhadap infrastruktur penting di 2045. Perumahan yang adil dengan perbandingan 1:3:6 (mewah, menengah dan sederhana).

Poin ke tujuh yaitu prinsip Kenyamanan dan Efisiensi melalui Teknologi. Very High dalam peringkat E-Governmen Development Index (EGDI) oleh UN 100% konektivitas digital dan ICT untuk semua penduduk dan bisnis lebih besar >75 persen Business Satisfaction dengan peringkat Digital Services. Dan yang terakhir yaitu prinsip Peluang Ekonomi untuk Semua.

Dari 0 persen kemiskinan pada populasi IKN pada tahun 2035 PDB per kapita negara berpendapatan tinggi. Rasio GINI regional terendah di Indonesia di 2045. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *